JAKARTA,(PRLM).- Penyelenggaraan Pilkada serentak di 256 kabupaten/kota dan 8 provinsi telah berlangsung secara damai dan berjalan tanpa ketegangan berarti. NAmun terdapat 4 kabupaten dan 1 provinsi yang mengalami penundaan. Secara prosedural proses demokrasi telah berlangsung dan mengacu pada metode hitung cepat (quick count) telah memunculkan daftar pemenang kontestasi politik terbesar pertama di Indonesia ini. Segera setelah penetapan hasil oleh KPU dikeluarkan, selanjutnya arena kontestasi akan berpindah ke Mahkamah Konstitusi,kata Direktur Eksekutih, Setara Institute Hendardi, yang disampaikan pada wartawan di Jakarta, Selasa (5/1/2016).
Berdasarkan UU 8/2015 tentang Perubahan Atas UU No. 1/2015 tentang Penetapan Perppu No. 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, Mahkamah Konstitusi akan memeriksa dan memutus perselisihan hasil Pilkada serentak dengan fokus pada perselisihan hasil (akurasi penghitungan suara) bukan pada substansi peristiwa yang menyebabkan kemenangan atau kekalahan seorang calon (kecurangan-kecurangan sebelum terjadinya pemilihan).
Sebagaimana dinyatakan Mahkamah Konstitusi (MK), mereka akan menutup mata sekalipun terdapat kecurangan terstruktur, sistematis, dan massif (TSM). Bahkan MK akan abai sekalipun kecurangan tersebut, berdasarkan penalaran yang wajar, sangat mempengaruhi perolehan hasil Pilkada. Dengan demikian, kontestasi di MK kecil kemungkinan mampu memberikan keadilan elektoral (electoral justice) sekalipun para pemohon mampu memberikan alat bukti dan dalil-dalil kecurangan TSM (terstruktur, sistimatis dan massif), yang memenangkan kandidat tertentu.
Mengacu pada UU No. 8/2015 dan PMK No. 1/2015 bahwa syarat pengajuan perselisihan ke MK dibatasi dengan selisih suara maksimal yang ditetapkan secara limitatif oleh UU, bergantung pada jumlah penduduk di suatu daerah pemilihan. Batasan yang ditetapkan oleh UU adalah:
(1) Untuk propinsi dengan jumlah penduduk dibawah 2 juta selisih suara maksimal untuk dapat mengajukan permohonan adalah 2%. Provinsi dengan penduduk 2juta-6juta selisih maksimal adalah 1,5%. Provinsi dengan penduduk 6juta-12juta selisih suara maksimal 1%. Provinsi dengan penduduk >12juta selisih maksimal 0,5%.
(2) Sedangkan untuk Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk dibawah 250.000 batas maksimal selisih suara adalah 2%. Kab/kota 250.000-500.000 selisih suara maksimal 1,5%. Kab/kota dengan jumlah penduduk 500.000-1.000.000 selisih suara maksimal adalah 1%. Dan Kab/kota yang memiliki jumlah penduduk diatas 1juta selisih suara maksimal adalah 0,5%.
3. Mengacu pada hasil hitung cepat yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survei, maka, beberapa daerah berikut ini sudah bisa dipastikan tidak dapat mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi, karena memiliki selisih suara melebihi batas maksimum yang ditetapkan oleh UU. Kalaupun kandidat/pemantau di daerah-daerah tersebut mengajukan permohonan sengketa, maka permohonan tersebut dipastikan “tidak dapat diterima” oleh MK.
Tabel 1: Daerah yang tidak dapat mengajukan Permohonan Sengketa ke MK antara lain:
1. Pangandaran (Quick Count PDI-P),2. Indramayu (LSI), 3. Kabupaten Bandung (Cyrus Network), 4. Tasikmalaya (Real Count KPU Tasikmalaya), 5. Karawang (Cyrus Network), 6. Cianjur (Cyrus Network), 7. Jambi (Cyrus Network), 8. Lampung Tengah (SMRC), 9. Belitung Timur (Cyrus Network), 10. Sulawesi Tengah (Indo Barometer), 11. Sulawesi Utara (Indo Barometer), 12. Cilegon (SMRC), 13. Serang (Indo Barometer), 14. Pasuruan (LSI), 15. Gresik (LSI),16. Bima, NTB (LSI), 17. Soppeng, Sulawesi Selatan (LSI), 18. Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur (LSI), 19. Gresik, Jawa Timur (LSI), 20. Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah (LSI).
Berdasarkan pantauan Setara Institute di banyak hasil quick count yang dirilis, selisih suara pemenang pilkada dengan kandidat lainnya rata-rata melebihi 2% suara. Artinya, Kalau MK menerapkan secara ketat dismissal procedure/process sesuai limitasi yang diatur dalam UU terkait batas maksimum selisih, maka MK tidak akan banyak menangani perkara perselisihan hasil Pilkada hingga memeriksa pokok perkara.
Tapi, dari pantauan sementara, terdapat beberapa daerah dengan selisih hasil yang tipis dan berhak mengajukan permohonan sengketa, seperti Kabupaten Pesisir Barat (dengan selisih 0,22%), karena tidak melampaui batas maksimum yang ditetapkan untuk daerah ini yakni 2%. Sedangkan Kabupaten Sumenep (dengan selisih suara adalah 1,50%), tetap tidak dapat mengajukan permohonan sengketa ke MK karena selisih suara maksimal untuk Sumenep adalah 0,5%.
Karena itu, Setara Institute mengingatkan kepada aparat keamanan dan segenap penyelenggara pilkada untuk mendeteksi potensi-potensi ketegangan baru oleh akibat perolehan suara dengan selisih yang tipis dan oleh karena sistem peradilan pilkada yang tidak konstruktif mewujudkan keadilan elektoral.
Sumber: http://www.pikiran-rakyat.com/politik/2016/01/05/355848/pilkada-empat-kabupaten-dan-satu-provinsi-alami-penundaan