indopos.co.id – Hajatan pilkada serentak untuk pertama kalinya dilaksanakan yang melibatkan 264 kabupaten/kota dan provinsi di seluruh Indonesia telah berhasil dilaksanakan. Setidaknya dengan parameter stabilitas keamanan yang relatif tertib, lancar tanpa gangguan keamanan yang berarti.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, sukses pilkada serentak adalah keberhasilan semuabangsa Indonesia.
“Pilkada serentak berjalan aman, tenang, tertib dan partisipasi masyarakat pemilih rata-rata nasional cukup tinggi semata kerja bersama seluruh Kabinet Kerja, Kepolisian, TNI, BIN, jajaran Pemda dan sinergi antara lembaga-lembaga pelaksana/penanggung jawab/pengambil kebijakan DPRRI, DPDRI dan parpol serta peran pers dan elemen-elemen masyarakat berjalan baik disemua tingkatan,” kata dia beberapa waktu lalu.
Menurut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasca Perubahan Keempat (Tahun 2002), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial adalah lembaga negara baru yang menerima kewenangan langsung dari Undang-Undang Dasar.
MK hadir untuk mengawal konstitusi, mengawal demokrasi, dan melindungi hak-hak minoritas. Sembilan orang hakim konstitusi diisi oleh calon yang dipilih 3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, 3 (tiga) orang oleh Presiden, dan 3 (tiga) orang oleh Mahkamah Agung.
MK mempunyai kewenangan konstitusional yaitu: 1) menguji undang- undang (UU) terhadap UUD, 2) memutuskan sengketa kewenangan antar lembaga yang kewenangannya diberikan oleh UUD, 3) memutuskan sengketa hasil pemilihan umum, 4) memutuskan pembubaran partai politik.
Selain itu, ada pula lembaga yang kewenangannya diatur dengan undang-undang, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga independen yang menyelenggarakan kegiatan pemilihan umum.
Pemilihan kepala daerah merupakan bagian dari pemilihan umum, yaitu pemilihan umum kepala daerah (pemilukada), sehingga penyelenggaranya adalah KPU/KPUD dan bilamana terjadi perselisihan hasil pemilihan (PHP) maka lembaga yang menyelesaikan adalah MK.
Ketua Umum Barisan Penegak Trisakti Bela Bangsa (Banteng Indonesia) I Ketut Guna Artha mengungkapkan, dalam konteks perselisihan hasil pemilihan (PHP) Pilkada 2015 ini tentu kembali keputusan adil dari MK dinanti dalam mengawal demokrasi yang keputusannya menyangkut hajat hidup dan kelangsungan pembangunan lima tahun kedepan sebuah daerah. Keputusan MK yang bersifat final jangan sampai dinodai oleh transaksi perkara.
Kasus suap sengketa pilkada yang melibatkan hakim konstitusi Akil Mochtar harus menjadi pelajaran berharga dan tidak boleh terjadi kembali dalam menjaga kewibawaan lembaga MK sebagai benteng terakhir pengadilan sistem hukum,” kata Guna Artha kepadaindopos.co.id di Jakarta, Minggu (27/12).
Oleh karena itu, kata dia, jika hal ini terjadi maka sudah sepantasnya sanksi dan hukuman yang lebih berat harus dijatuhkan kepada aparat hukum yang melakukan kejahatan hukum.
Senada dengan Mendagri Tjahjo Kumolo, Guna Artha meminta kepada Polri, TNI, dan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk memonitor dan mengawasi dalam upaya deteksi dini atas potensi gangguan kamtibmas selama proses gugatan dan proses penetapan pasangan calon pemenang pilkada mengingat jika ada perselisihan hasil pemilihan (PHP) maka penetapan pasangan calon pemenang pilkada baru dijadwalkan tanggal 12 Pebruari – 14 Maret 2016.
“Tentu kita mengharapkan proses gugatan dan pasca penetapan oleh MK stabilitas keamanan tetap terpelihara,” imbuhnya.
Potret pilkada serentak 2015 ini akan menjadi evaluasi dalam rangka penyempurnaan pilkada serentak berikutnya di tahun 2017, 2018, dan seterusnya.
“Catatan kami mengingat Daftar Pemilih Tetap (DPT) selalu menjadi persoalan klasik disetiap hajatan pemilu maka kami mengharapkan agar Mendagri kembali melanjutkan dan menuntaskan program satu warga negara satu identitas. Karena berangkat dari persoalan kekisruhan DPT lah potensi kecurangan pemilu itu berawal,” ujar Guna Artha.
Persoalan program KTP nasional yang terindikasi manipulatif dan korupsi harus segera dituntaskan dan tidak boleh menghambat program satu warga negara satu identitas sehingga pemilu berikutnya tidak lagi muncul persoalan DPT.
“Kami juga usulkan agar pemutakhiran data penduduk tidak hanya melibatkan dinas kependudukan dan catatan sipil tapi juga partisipasi organisasi kemasyarakatan (Ormas) dan lembaga swadaya masyarakat (LSM),” tutupnya. (rmn)
Sumber: http://www.indopos.co.id/2015/12/mk-benteng-terakhir-pengadilan-hukum-dan-keadilan.html