Jakarta – Komisioner KPU Sigit Pamungkas mengungkapkan bahwa seharusnya selishi suara yang tipis tidak menjadi alasan mendasar pasangan calon yang kalah mengajukan sengketa hasil pilkada ke Mahkamah Konstitusi. Sigit mengakui hukum memang memberikan ruang kepada mereka yang kalah dengan selisi suara yang tipis untuk mengajukan sengketa.
“Tetapi kalaupun selisihnya kecil dan pemilu berlangsung dengan tertib dan tidak ada kecurangan, mestinya tidak ada alasan untuk bersengketa,” ujar Sigit di Kantor KPU, Jl. Imam Bonjol, Jakarta, Kamis (17/12).
Menurutnya, sengketa hasil pilkada bisa diajukan jika ditemukan proses pemilihannya yang berlangsung tidak adil dan jujur, bukan karena faktor selisih suara yang tipis antara paslon yang kalah dengan paslon yang menang.
Karena itu, kata dia, pihaknya mendorong KPU di tingkat daerah bersama dengan panwaslu untuk menyelesaikan persoalan secara tuntas di tingkat daerah. Jika penyelesaiannya sudah dilakukan oleh KPU di tingkat daerah, maka tidak ada alasan di daerah yang selisihnya tipis mengajukan sengketa.
“Kita berpedoman pada prinsipnya penyelesaian persoalan di tingkat daerah itu harus tuntas. Tapi karena penyelesaian sengketa belum tuntas, maka menjadi hak bagi paslon mengajukan ke MK,” jelas dia.
Dalam rangka menghadapi sengketa hasil, KPU Pusat, tutur Sigit akan melihat, mengkoordinasikan, mengkomunikasikan daerah mana saja yang paslonnya mengajukan sengketa kepada KPU di tingkat daerah. Setelah itu, katanya, pihak akan minta kepada KPU di daerah untuk mempersiapkan lawyer yang akan mendampingi mereka.
“Di tingkat nasional sendiri KPU akan menyediakan lawyer pendamping atas keseluruhan sengketa pilkada yang mungkin terjadi di MK,” tambahnya.
Dia juga mengatakan bahwa jumlah lawyer dari KPU pusat tidak banyak, hanya tiga atau empat orang. Lawyer ini, katanya akan mewakili institusi KPU untuk mendampingi KPU daerah dan tim lawyernya dalam menyusun jawaban apakah sudah sesuai standar atau belum.
“Selain itu, lawyer yang kami siapkan akan membantu tim dari daerah mengenai cara membangun argumen, apakah sudah tepat atau belum. Jadi jumlah lawyer yang kami siapkan tidak sebanyak kasus yang ada, tapi hanya sekedar menjadi penghubung atau pengikat semua kasus yang ada,” jelas Sigit.
Sigit juga memastikan KPU sudah siap menghadapi sengketa hasil pilkada yang diajukan paslon. Pasalnya, KPU di tingkat daerah sudah dibekali dengan pembinaan dan bimbingan teknis menghadapi sengketa. Dalam pembinaan dan bimtek tersebut, katanya telah dijelaskan hal-hal yang perlu dipersiapkan, termasuk materi dan mekanisme bersengketa di MK,
“Jadi, secara umum kita nyatakan kalaupun ada sengketa, KPU sudah menyiapkan diri dengan sebaiknya,” tegas Sigit.
Sebagaimana diketahui, dalam UU Pilkada disebutkan bahwa perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilihan diperiksa dan diadili oleh MK sampai dibentuknya badan peradilan khusus. Sementara MK mengatur mekanisme pengajuan sengketa hasil Pilkada di Peraturan MK (PMK) Nomor 1 Tahun 2015.
Dalam Pasal 5 PMK tersebut dikatakan pengajukan sengketa hasil pilkada ke MK paling lambat dalam tenggang waktu 3x24 jam sejak KPU mengumumkan penetepan perolehan suara hasil pemilihan. Sementara dalam Pasal 6 PMK itu, dijelaskan bahwa pengajuan sengketa dilakukan jika selisi perolehan suara pemohon dengan paslon peraih suara terbanyak berkisar 1 persen sampai maksimal 2 persen baik di tingkat Provinsi atau Kabupaten/Kota tergantung jumlah penduduk masing-masing.
Sumber: http://www.beritasatu.com/nasional/333003-kpu-selisih-suara-tipis-bukan-alasan-ajukan-sengketa-di-mk.html