Persiapan yang dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pelaksanaan penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah serentak 2015 (Pilkada) tidak tanggung-tanggung. Di detik-detik terakhir, selain persiapan yang bersifat teknis, MK bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) memberikan pembekalan tentang pencegahan gratifikasi dan suap bagi gugus tugas. Gugus tugas ini dibentuk secara khusus oleh MK guna menangani perkara perselisihan hasil Pilkada.
Hadir sebagai narasumber, perwakilan dari Direktorat Gratifikasi Deputi Pencegahan KPK Ichsani Fahrudin. Di hadapan sekitar 20 orang peserta yang hadir di Ruang Rapat Lantai 11 Gedung MK, Ichsani menyampaikan bahwa MK sudah memiliki bekal dalam menangkal ‘serangan’ gratifikasi dan suap dalam penanganan perselisihan hasil Pilkada. Bekal yang dimiliki MK yaitu adanya sistem yang sudah tertata dengan baik, termasuk sistem yang sangat transparan. Sehingga, lanjut Ichsani, publik mengetahui setiap proses penanganan perkara.
“Di MK sangat terbuka, UPG (Unit Pengendalian Gratifikasi, red) MK juga mengambil langkah antisipatif, itulah yang sangat kami apresiasi. Bahkan jadwal sidang hingga risalah persidangan terbuka untuk umum. Ini menjadi catatat positif dalam peradilan di Indonesia,” ujar Ichsani, Kamis (17/12).
Meski demikian, Ichsani tetap memperingatkan bahwa bila dilihat dari kasus suap yang terjadi di MK sebelumnya, masih terdapat celah adanya gratifikasi dan suap. Celah dimaksud terdapat pada adanya ketimpangan informasi. Mengambil contoh kasus korupsi yang dilakukan mantan Ketua MK Akil Mochtar, Ichsani membeberkan bahwa saat itu terdapat lubang yang disusupi pelaku suap akibat adanya ketimpangan informasi.
“Jadi saat kasus Pak Akil diketahui bahwa terdapat kesenjangan informasi antara yang berada di dalam sistem (pegawai) dengan yang berada di sektor informal MK, seperti security dan OB. Itulah lubang yang harus ditutup karena berdasarkan pengalaman saat kasus Pak Akil, perantara mendapatkan informasi dari sektor informal itu,” ungkap Ichsani.
Oleh karena itu, Ichsani mengingatkan agar celah-celah kecil yang memungkinkan terjadinya gratifikasi dan suap dalam penanganan perkara perselisihan hasil Pilkada dapat ditutup. Misalnya, lanjut Ichsani, ditutup dengan berbagai peraturan di internal MK. (Yusti Nurul Agustin/IR)