Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar pengujian Undang-Undang UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) terhadap UUD 1945, pada hari Senin 23 April 2007 pukul 10.00 WIB di ruang sidang MK, Jalan Medan Merdeka Barat No.7 Jakarta Pusat. Sidang kali ini merupakan sidang ketiga yang beragendakan mendengarkan keterangan dari Pemerintah.
Perkara dengan Nomor 5/PUU-V/2007 ini dimohonkan oleh Anggota DPRD Kabupaten Lombok Lalu Ranggalawe, dengan kuasa hukum Suriahadi, S.H., dan Edy Gunawan, S.H. Dalam petitumnya, Pemohon meminta Majelis Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan Pemohon dan menyatakan Pasal 56 ayat (2), Pasal 59 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) huruf a, ayat (5) huruf c, ayat (6) dan Pasal 60 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, Pasal 18 ayat (4), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan (3), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Menurut Pemohon, dengan berlakunya UU Pemda ini tidak ada peluang dan ruang gerak bagi calon-calon independen yang bukan dari partai politik. Selain itu, pendapat Pemohon, selama ini Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sebenarnya tidak benar-benar mencerminkan kepentingan masyarakat secara umum. Pemohon mencontohkan, menangnya calon independen dalam Pilkada Nangroe Aceh Darussalam membuktikan bahwa rakyat sangat membutuhkan independensi dan mereka tak percaya lagi pada partai politik.
Dalam sidang ini Pihak Pemerintah yang diwakili oleh Ramli Hutabarat, Staf Ahli Menteri Dephukham membacakan Opening Statement Pemerintah atas permohonan perkara ini, Pemerintah berpendapat bahwa syarat conditionally constitutional maupun alasan kerugian konstitusional yang berbeda sebagai entry point permohonan Pemohon dalam permohoanan ini telah ternyata tidak terjadi dan tidak terbukti. Dan berkaitan dengan Pilkada di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) yang membolehkan adanya calon perseorangan (independen), selain melalui partai politik atau gabungan partai politik adalah adalam rangka melengkapi kekhususan dan keistimewaan NAD yang terkait dengan salah satu karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh. Pemerintah juga berpendapat bahwa permohonan pengujian undang-undang a quo tidak dapat diajukan kembali.
Sebelum menutup sidang Majelis Hakim meminta kepada Kuasa Pemohon untuk menghadirkan Ahli pada Sidang Pleno selanjutnya. (Prana Patrayoga Adiputra)