Bangsa Indonesia seharusnya dibangun dengan rasa saling percaya. Bangsa yang mengalami distrust bahkan low trust, pada akhirnya akan mengalami kehancuran. Sebaliknya, bila bangsa hidup dalam high trust society maka bangsa itu akan mengalami kejayaan. Hal tersebut disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat dalam acara “Pemberdayaan Asosiasi Dosen Pendidikan Kewarganegaraan Seluruh Indonesia” yang diselenggarakan Kementerian Pertahanan pada Senin (14/12) siang di Taman Wiladatika, Cibubur, Jakarta Timur.
“Justru sekarang, seiring berjalannya waktu, bangsa Indonesia mengalami low trust. Tidak ada saling percaya, baik dalam dunia politik, hukum, ekonomi maupun dalam bernegara. Maka kita harus mengendalikan disorientasi dan distrust itu,” kata Arief.
Pada masa perjuangan kemerdekaan, papar Arief, terdapat sekelompok orang yang ingin Indonesia menjadi negara Islam. Di sisi lain, sekelompok nasionalis ingin menjadikan Indonesia sesuai kepentingannya, dan sebagainya. Presiden Soekarno kemudian secara genius mengusulkan Pancasila yang mengatasi seluruh perbedaan tersebut.
Arief kemudian menuturkan berbagai cerita mengenai sistem ketatanegaraan di beberapa negara. The founding fathers Turki misalnya, memisahkan sistem agama dengan sistem bernegara yang akhirnya Turki menjadi negara yang sekuler. Padahal mayoritas penduduk Turki beragama Islam. “Sedangkan Pakistan menjadi negara Islam karena mayoritas penduduknya beragama Islam. Berbeda dengan Indonesia, sistem bernegaranya tidak berdasarkan agama. Tetapi agama-agama dan kepercayaan-kepercayaan yang ada di Indonesia dijadikan sinar Ketuhanan,” ucap Arief.
“Demokrasi di Indonesia bukanlah demokrasi sekuler. Tapi demokrasi Indonesia dilandasi sinar Ketuhanan yang Maha Esa,” tambah Arief.
Berikutnya, Arief menyinggung peran Pancasila bagi bangsa Indonesia. Pancasila merupakan ideologi bangsa yang mengakomodasi seluruh aktivitas masyarakat dalam hidup berbangsa dan bernegara, termasuk dalam aktivitas ilmiah. Berdasarkan hal itu, perumusan Pancasila sebagai paradigma ilmu atau basis nilai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) merupakan suatu keniscayaan.
Menurut Arief, pengembangan iptek yang yang terlepas dari ideologi bangsa akan mengakibatkan ketidakseimbangan, bahkan sekularisme yang tidak sesuai dengan akar budaya bangsa. Sejak lama, bangsa Indonesia memiliki akar budaya dan religi yang kuat dan terus tumbuh dalam kehidupan masyarakat. Manakala pengembangan iptek tidak berpijak kepadanya, maka iptek akan berkembang tanpa pijakan, arah, dan orientasi yang jelas. Jika demikian yang terjadi, perkembangan iptek tidak mengandung dimensi kemanfaatan yang dibutuhkan bangsa ini.
Ancaman paling nyata sebagai ekses dari pengembangan atau kemajuan iptek adalah pengembangannya terlepas dari nilai-nilai luhur dan mulia yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia, yakni karakter manusia yang religius, berjiwa gotong royong, musyawarah, toleransi tinggi, dan keadilan. Pembukaan UUD 1945 sesungguhnya telah meletakkan Pancasila sebagai basis nilai pengembangan iptek.
Dalam Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945 dinyatakan tegas bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Guna mewujudkan tujuan nasional tersebut, terutama tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, harus dicapai melalui proses pendidikan.
Dikatakan Arief, Pancasila sebagai landasan etika iptek mencakup lima hal. Pertama, pengembangan iptek harus senantiasa menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Kedua, iptek haruslah diupayakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, baik di masa sekarang maupun di masa mendatang. Selain itu, pengembangan iptek hendaknya membantu pemekaran komunitas manusia, baik lokal, nasional, maupun global. Selanjutnya, iptek harus terbuka untuk masyarakat, terlebih lagi yang memiliki dampak langsung kepada kondisi kehidupan masyarakat dan iptek hendaknya membantu penciptaan masyarakat yang semakin adil. (Nano Tresna Arfana/IR)