Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak menerima uji materiil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung (UU MA) dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman) yang diajukan Muhammad Zainal Arifin, selaku advokat.
“Mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Wakil Ketua MK Anwar Usman mengucapkan amar Putusan Nomor 45/PUU-XIII/2015 dengan didampingi tujuh Hakim Konstitusi lainnya di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (10/12).
Pemohon menguji Pasal 66 ayat (1) UU MA dan Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman.
Pasal 66 ayat (1) UU MA menyatakan,
“Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya 1 (satu) kali”.
Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman menyatakan,
“Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali”.
Menurut Pemohon, pasal yang diujikan tersebut dapat ditafsirkan dan dijadikan dasar untuk tetap membatasi peninjauan kembali dalam perkara pidana hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali. Padahal, jelas Pemohon, ketentuan pembatasan peninjauan kembali yang hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 sebagaimana Putusan MK Nomor 34/PUU-XI/2013.
Pemohon juga mendalilkan, akibat diberlakukannya pasal yang diujikan, maka permohonan peninjauan kembali terhadap perkara pidana yang pernah dilakukan peninjauan kembali, tidak diterima dalam pemeriksaan pengadilan tingkat pertama dan berkasnya tidak dikirim ke MA. Bahkan pembatasan peninjauan kembali terhadap perkara pidana hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dengan mengacu pada ketentuan Pasal 66 ayat (1) UU MA dan Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman, dapat dilihat dalam SEMA Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana.
Terhadap permohonan tersbut, Mahkamah menyatakan uji konstitusionalitas Pasal 66 ayat (1) UU MA telah diputus dalam perkara Nomor 66/PUU-XIII/2015 pada tanggal 7 Desember 2015. Dengan demikian, pertimbangan hukum Mahkamah dalam Putusan tersebut mutatis mutandis berlaku terhadap permohonan ini sepanjang pengujian konstitusionalitas Pasal 66 ayat (1) UU MA. “Berdasarkan pertimbangan tersebut maka permohonan Pemohon untuk menguji konstitusionalitas Pasal 66 ayat (1) UU MA harus dinyatakan tidak dapat diterima,” ujar Hakim Konstitusi Aswanto membacakan pertimbangan Mahkamah.
Adapun terhadap uji konstitusionalitas Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah menilai materi permohonannya sama dengan pengujian konstitusionalitas Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang telah diputus oleh Mahkamah melalui putusan Nomor 34/PUU-XI/2013 tanggal 6 Maret 2014. Oleh karena itu, putusan Mahkamah tersebut mutatis mutandis berlaku pula terhadap Pasal 66 ayat (1) UU MA dan Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman dalam perkara ini.
Peninjauan Kembali
Dalam pertimbangan hukum putusan perkara yang dimohonkan oleh Advokat Muhamad Zainal Arifin tersebut, Mahkamah kembali mengutip pertimbangan hukum perkara nomor 34/PUU-XI/2013 yang dimohonkan oleh Terpidana Kasus Pembunuhan, Antasari Azhar. Dalam putusan tersebut, Mahkamah menyatakan peninjauan kembali adalah upaya hukum luar biasa yang tidak dapat dibatasi hanya satu kali. Mahkamah menegaskan, peninjauan kembali dapat diajukan beberapa kali selama ada novum baru.
Kutipan Putusan Perkara Nomor 34/PUU-XI/2013:
“Adapun upaya hukum luar biasa bertujuan untuk menemukan keadilan dan kebenaran materiil. Keadilan tidak dapat dibatasi oleh waktu atau ketentuan formalitas yang membatasi bahwa upaya hukum luar biasa (peninjauan kembali) hanya dapat diajukan satu kali, karena mungkin saja setelah diajukannya PK dan diputus, ada keadaan baru (novum) yang substansial baru ditemukan yang pada saat PK sebelumnya belum ditemukan. Adapun penilaian mengenai sesuatu itu novum atau bukan novum, merupakan kewenangan Mahkamah Agung yang memiliki kewenangan mengadili pada tingkat PK”. (Lulu Hanifah/IR)