Mahkamah Konstitusi (MK) memutus tidak dapat menerima uji materi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (UU Tenaga Kesehatan) yang dimohonkan oleh Guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Farmasi Heru Purwanto. Menurut Mahkamah, keberadaan pasal yang diujikan, yakni Pasal 88 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan adalah penting.
“Mengadili, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Wakil Ketua MK Anwar Usman mengucapkan amar putusan didampingi tujuh Hakim Konstitusi lainnya, di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (10/12).
Pasal 88 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan menyatakan, “Lulusan pendidikan di bawah Diploma Tiga yang telah melakukan praktik sebelum ditetapkan Undang-Undang ini, tetap diberikan kewenangan untuk menjalankan praktik sebagai Tenaga Kesehatan untuk jangka waktu 6 (enam) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.” Mahkamah menilai, ketentuan tersebut penting untuk menjaga keberlangsungan pencapaian maksud dan tujuan UU Tenaga Kesehatan. Selain itu, Pasal 88 ayat (1) UU UU Tenaga Kesehatan berkait dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1) UU UU Tenaga Kesehatan yang menyatakan “Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a harus memiliki kualifikasi minimum Diploma Tiga, kecuali tenaga medis”.
“Sehingga apabila permohonan Pemohon dikabulkan sebagaimana petitum Pemohon angka 2, angka 3, dan angka 6 justru akan merugikan Pemohon sendiri karena pengabulan demikian akan serta-merta memberlakukan ketentuan Pasal 9 UU 36/2014. Keadaan itu justru hendak dihindari oleh Pemohon. Oleh karenanya, jika bertolak dari maksud Pemohon sebagaimana tampak dalam petitum permohonannya, menurut Mahkamah, Pemohon telah keliru mengajukan objek norma Undang-Undang yang dimohonkan pengujian (error in objecto), sehingga membuat permohonan Pemohon rancu sekaligus kabur,” ujar Hakim Konstitusi Suhartoyo membacakan pertimbangan hukum putusan nomor 16/PUU-XIII/2015 tersebut.
Sementara itu, terkait pengujian Pasal 96 UU Tenaga Kesehatan, karena pengujian berkaitan dengan pengujian Pasal 88 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan, maka menurut Mahkamah permohonan tersebut tidak relevan untuk dipertimbangkan. “Permohonan terhadap Pasal 96 UU 36/2014 baru relevan untuk dipertimbangkan apabila permohonan terhadap Pasal 88 ayat (1) UU 36/2014 beralasan menurut hukum,” tegas Suhartoyo.
Sebelumnya, Pemohon memohon kepada MK untuk membatalkan Pasal 88 ayat (1) dan Pasal 96 UU Tenaga Kesehatan karena merugikan hak konstitusional Pemohon sebagai guru sekolah farmasi. Menurut Pemohon, tujuan diundangkannya UU Tenaga Kesehatan adalah untuk peningkatan mutu pelayanan. Namun demikian, Pemohon berharap hal tersebut hendaknya tidak merugikan tenaga pelayan kesehatan yang sudah bekerja dan memiliki pengalaman yang cukup. “Pengalaman adalah guru yang terbaik. Jadi sebaiknya pengalaman mereka sebagai tenaga kesehatan tidak dihapus hanya karena mereka tidak berpendidikan Diploma III,” tegas Heru, Rabu (11/2). (Lulu Hanifah/IR)