Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat menerima permohonan uji Undang-Undang Mahkamah Agung (UU MA) dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) yang diajukan oleh Budiyono. Pemohon adalah seorang warga Surabaya yang menganggap tanah tempat tinggalnya diklaim oleh PT. Makarti. Pemohon merasa dirugikan dengan keberadaan Pasal 66 ayat (1) UU MA yang mengatur tentang peninjauan kembali dan Pasal 28 ayat (1) UU Pokok Agraria yang mengatur mengenai hak guna usaha.
Melalui Putusan Nomor 66/PUU-XIII/2015 yang dibacakan pada Senin (7/12) di Ruang Sidang Pleno MK, Mahkamah menilai materi permohonan Pemohon yang terkait dengan persoalan peninjauan kembali, sama dengan materi permohonan Pemohon dalam perkara Nomor 34/PUU-XI/2013 bertanggal 6 Maret 2014. “Maka pertimbangan hukum Mahkamah tersebut mutatis mutandis berlaku terhadap dalil Pemohon dalam perkara a quo,” ujar Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams membacakan pertimbangan Mahkamah.
Selain itu, lanjut Wahiduddin, terhadap persoalan hukum yang dihadapi Pemohon, menurut Mahkamah semata-mata merupakan masalah penerapan atau implementasi undang-undang, bukan merupakan persoalan konstitusionalitas norma. Oleh karena itu, bukan merupakan kewenangan Mahkamah untuk menilainya. Menurut Mahkamah Pasal 28 ayat (1) UU Pokok Agraria tidak relevan dengan persoalan hukum yang dihadapi Pemohon karena pasal tersebut hanya memberikan pengertian, waktu dan pemanfaatan tentang hak guna usaha, sehingga justru memberikan kepastian hukum. Sebab, membuka kesempatan kepada para pihak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai oleh negara.
Berdasarkan penilaian tersebut, Mahkamah kemudian memutus tidak dapat menerima dan menolak permohonan Pemohon. “Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan diatas, Mahkamah berkesimpulan: Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo; Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo; Permohonan Pemohon sepanjang mengenai konstitusionalitas Pasal 66 ayat (1) UU MA tidak dapat diterima; Permohonan Pemohon sepanjang mengenai konstitusionalitas Pasal 28 ayat (1) UU PA tidak beralasan menurut hukum,” tegas Wakil Ketua MK Anwar Usaman selaku pimpinan dalam sidang pengucapan putusan.
Gugatan ini bermula dari tanah yang sudah ditinggali puluhan tahun oleh keluarga pemohon diklaim oleh PT. Makarti. Menurut Budiyono, sengketa kepemilikan tanah ini telah selesai sampai tingkat Pengadilan Tinggi Surabaya. Namun, putusan pengadilan memenangkan PT. Makarti dikarenakan Pemohon tidak dapat membuktikan surat-surat pembayaran pajak atas tanah miliknya. Pada 2009, Pemohon mengajukan peninjauan kembali sebagai upaya hukum lanjutan, tetapi putusan peninjauan kembali ternyata justru menguatkan putusan sebelumnya. Meskipun pada tahun 2010 dan 2011 Pemohon telah menemukan bukti-bukti pendukung baru, Pemohon yang bermaksud mengajukan peninjauan kembali untuk kedua kali, merasa terhalangi oleh Pasal 66 ayat (1) UU MA.
Selain itu, Pemohon juga merasa dirugikan oleh Pasal 28 ayat (1) UU Pokok Agraria. Menurut Pemohon, UU Pokok Agraria tidak mampu memberikan perlindungan terhadap hak milik keluarga. (Lulu Anjarsari/IR)