Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) yang diajukan Windu Wijaya tidak dapat diterima. Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua MK Anwar Usman selaku pimpinan dalam sidang pengucapan putusan, Senin (7/12) siang.
“Konklusi, berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum, Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo. Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dan pokok permohonan tidak dipertimbangkan. Amar putusan mengadili, permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” kata Anwar, di Ruang Sidang Pleno MK.
Menurut Mahkamah, Pemohon tidak mengalami kerugian konstitusional dengan berlakunya Pasal 11 ayat (1) dan ayat (5) UU Polri. Pasal 11 ayat (1) UU Polri menyatakan, ‘Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat’. Pasal 11 ayat (5) menyatakan, ‘Dalam keadaan mendesak, Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan mengangkat pelaksana tugas Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat’.
“Bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK dan putusan-putusan Mahkamah mengenai kedudukan hukum serta dikaitkan dengan kerugian yang dialami Pemohon, Mahkamah mempertimbangkan bahwa Pemohon sama sekali tidak mengalami kerugian konstitusional dengan berlakunya Pasal 11 ayat (1) dan ayat (5) UU Kepolisian karena Pemohon bukanlah Komjen Budi Gunawan, Jenderal Sutarman, atau bahkan Wakapolri Komjen Polisi Badrodin Haiti yang berkaitan langsung dengan pengangkatan dan pemberhentian Kapolri sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (5) UU Kepolisian,” papar Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati membacakan pertimbangan Mahkamah.
“Sehingga tidak ada hubungan sebab akibat antara kerugian yang didalilkan Pemohon dan berlakunya Undang-Undang yang dimohonkan pengujian. Oleh karena itu, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo,” imbuh Maria Farida yang selanjutnya menyampaikan, oleh karena Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan, maka Mahkamah tidak mempertimbangkan lebih lanjut pokok permohonan Pemohon.
Sebagaimana diketahui, Pemohon Windu Wijaya selaku Direktur Pusat Advokasi dan Pengawasan Penegakan Hukum menggugat Pasal 11 ayat (1) dan ayat (5) UU Polri. Ketentuan tersebut dinilai Pemohon multitafsir. Jika pasal tersebut ditafsirkan secara salah, maka berpotensi untuk melanggar hukum. Pemohon mendalilkan, Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara yang memiliki kewenangan mengangkat Plt. Kapolri, dapat menyalahgunakan jabatan tersebut untuk mengambil keputusan tanpa menyertai alasan dalam keadaan mendesak. Menurut Pemohon, pengangkatan Wakapolri Badrodin Haiti sebagai Plt. Kapolri tidak dalam keadaan mendesak. (Nano Tresna Arfana/IR)