Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) mengundang 13 negara di Asia untuk mengikuti kursus singkat internasional dengan tema “Mechanism in Conducting Constitutional Authorities in Indonesia”. Kursus singkat tersebut dihadiri oleh para pegawai MK dari negara Afghanistan, Azerbaijan, Kazakhstan, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Filipina, Korea, Rusia, Thailand, Turki, Timor Leste, termasuk Indonesia sebagai tuan rumah. Kegiatan kursus singkat tersebut diselenggarakan pada 1 sampai 6 Desember 2015.
MKRI menggelar kursus singkat dalam kapasitasnya sebagai Presiden Asosiasi MK dan Lembaga Sejenis Se-Asia (AACC). Saat membuka acara, Ketua MKRI Arief Hidayat menuturkan kegiatan tersebut membawa sekurang-kurangnya 2 (dua) kepentingan bagi MKRI. Pertama, memperkenalkan MKRI dengan segenap kewenangan serta aktifitasnya sebagai peradilan konstitusi. Kedua, sebagai forum untuk mendapatkan masukan berharga berdasarkan praktik-praktik peradilan konstitusi di negara-negara peserta, terutama mengenai dukungan administrasi peradilan yang dijalankan oleh aparatur peradilan.
“Sedangkan bagi Asosiasi, kegiatan short course menjadi bukti dan komitmen saya selaku Presiden Asosiasi terhadap pencapaian visi, misi, dan tujuan pembentukan asosiasi. Sebagaimana ditegaskan dalam statuta, salah satu tujuan Asosiasi adalah membangun kerjasama di antara negara anggota dengan saling bertukar pengalaman dan informasi di antara negara-negara anggota asosiasi,” tuturnya di Aula Lantai Dasar Gedung MK, Selasa (1/12).
Pada hari pertama kursus, para peserta diajak berkeliling Gedung MK, termasuk menghadiri persidangan dan mengunjungi Pusat Sejarah Konstitusi di Lantai 5 dan 6 Gedung MK. Serhat Mahmutoglu, salah satu peserta dari MK Turki mengaku terkesan dengan sistem persidangan di MKRI.
“Ini pertama kalinya saya menghadiri sidang MKRI, Saya sangat terkesan karena persidangan sangat sistematis, MK terlihat sangat berpengalaman dan semua pihak yang hadir mempersiapkan diri dengan baik. Para hakim mendengarkan dengan sabar keterangan yang diberikan peserta sidang. Sangat terasa atmosfer demokrasi ketika semua orang mendapatkan kesempatan untuk bicara,” ucapnya.
Selain itu, para peserta juga terkesan dengan Puskon MKRI yang diresmikan setahun lalu tersebut. Menurut peserta dari Filipina, Marie Michelle Go, Puskon MK sangat interaktif dan berteknologi tinggi.
“Saya rasa ini pertama kalinya saya melihat pusat sejarah yang memiliki hologram dan teknologi seperti ini. Jadi, ini sangat menarik, tidak seperti museum yang biasanya. Selain itu Puskon ini sangat komprehensif dan mampu memaparkan seluruh sejarah Indonesia hanya dalam beberapa jam saja. Jadi saya sangat terkesan,” paparnya.
Materi yang diterima para peserta selama kursus adalah “The Idea of the Constitutional Court” yang dipaparkan Ketua MKRI Periode Pertama Jimly Asshiddiqie dan “Constitutional Court Authorities in Dealing with Constitutional Matters” yang dipaparkan oleh Ketua MK Periode Keempat Hamdan Zoelva.
Usai menjadi narasumber, Jimly menilai MKRI melakukan langkah yang tepat dalam melaksanakan kursus singkat konstitusi. Sebab, Indonesia menjadi salah satu negara yang dianggap penting dalam perkembangan konstitusi, terutama bagi negara-negara muslim dan negara demokrasi baru.
“Semua negara yang memiliki mekanisme peradilan konstitusi, apakah terbentuk dengan nama MK atau Mahkamah Agung, perlu saling belajar. Indonesia juga perlu terus belajar dan bersedia untuk berbagi karena begitulah nilai-nilai konstitusi terjadi di mana-mana,” ujarnya, Rabu (2/12).
Selain itu, para peserta juga mendapatkan materi dari Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dengan tema “Prosedure in Handling Constitutional Cases”. Mantan Sekretaris Jenderal MK Janedjeri M. Gaffar juga memberikan materi dengan tema “Support Given in Dealing with Constitutional Cases”. Pada hari terakhir, pemateri yang memberikan pemaparan kepada para peserta adalah Pakar Hukum Tata Negara Ali Syafaat dan Susi Dwi Harijanti dengan tema yang diberikan adalah “Dissemination of Decisions” dan “Constitutional Court’s Contribution to International Human Right Development”.
Palguna, usai menyampaikan materi menuturkan kursus singkat merupakan acara yang menarik karena tiap negara dapat mengetahui bagaimana Konstitusi dan sistem penanganan perkara konstitusi dari negara peserta lain. “Bukan hanya unik dari segi kewenangan, tapi juga dari segi nama dan segi kekuatan hukum mengikat dari institusi-institusi yang terikat bersama asosiasi (AACC) ini,” tuturnya.
Pada hari terakhir kursus singkat, para peserta diajak untuk melakukan kunjungan ke Museum Konferensi Asia-Afrika di Bandung, Jawa Barat. (Lulu Hanifah/IR)