Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan yang diajukan oleh Moch. Ojat Sudrajat S terkait aturan mengenai pengembalian bea masuk dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan (UU Kepabeanan). Mahkamah menilai, permohonan Pemohon bukan masalah konstitusionalitas, melainkan masalah implementasi norma.
“Menyatakan, menolak permohonan Pemohon,” ucap Wakil Ketua MK Anwar Usman, pada Senin (30/11) di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Aswanto, Majelis Hakim menilai permasalahan Pemohon mengenai pengembalian bea masuk barang impor sebanyak Rp 235.173.819 yang tidak kunjung dibayarkan oleh pihak bea dan cukai, khususnya KPU Bea dan Cukai Tanjung Priok merupakan permasalahan implementasi dari pelaksanaan ketentuan perundang-undangan, bukan merupakan permasalahan hukum yang bersifat pertentangan norma Undang-Undang terhadap UUD 1945. Namun meski demikian, Mahkamah menilai negara yang berkewajiban menjamin terpenuhinya hak asasi manusia, dalam hal ini melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, harus mengembalikan bea masuk—dalam hal ini—kepada mereka yang telah membayar bea masuk, namun tidak dapat mengeluarkan barang sebagaimana dialami Pemohon.
“Konsep pengembalian atas seluruh atau sebagian bea masuk dapat diberikan karena adanya kelebihan pembayaran dan karena adanya asas keadilan yang menjamin hak-hak pengguna jasa kepabeanan untuk mendapatkan kembali bea masuk yang telah dibayarkan tersebut. Berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” ujar Aswanto.
Perkara yang diregistrasi dengan nomor 80/PUU-XII/2014 ini menguji norma Pasal 27 ayat (1) huruf e UU Kepabeanan yang berbunyi “Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas: e) kelebihan pembayaran bea masuk akibat putusan Pengadilan Pajak”. Pemohon merupakan perwakilan dari Koperasi Karya Usaha Mandiri (KKUM) yang merasa dirugikan dan atau berpotensi dirugikan dengan berlakunya Pasal 27 ayat (1) huruf e UU Kepabeanan. Kerugian konstitusional yang dimaksud Pemohon adalah Pemohon tidak mendapatkan kembali Bea Masuk terhadap suatu barang yang sudah dibayarkan pada 2008 sejumlah Rp. 235.173.819.
Menurut penjelasan Pemohon, sebelumnya pihak KKUM telah melakukan pembayaran Pemberitahuan Impor Barang (PIB) berupa “Pajak Dalam Rangka Import (PDRI) dan Bea Masuk (BM)” atas Bill of Landing dalam rangka perubahan balik nama dalam kolom “consignee” dan/atau “notity party” yang lebih dikenal dengan istilah redress dengan pihak PT. General Laju Machinery Indonesia (PT. GLMI). Namun ternyata PT. GLMI melakukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara sehingga proses pengeluaran atas pembayaran PIB tidak dapat dilanjutkan, padahal saat itu pihak KKUM tidak mengetahui dan tidak mendapat pemberitahuan akan gugatan tersebut dari Pihak Bea dan Cukai Tanjung Priok, sehingga pihak KKUM tetap melakukan pembayaran PIB untuk “notify party” terakhir sebanyak Rp.362.559.634,-. Atas dasar gugatan perdata tersebut, pihak KKUM mengajukan pengembalian PDRI dan Bea Masuk yang sudah dibayarkan.
Pemohon mengaku pihaknya telah mengajukan permohonan pengembalian sejak 2008 sampai dengan 2014. Namun jawaban dari pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai selalu mengatakan bahwa tidak ada peraturan yang bisa memungkinkan pengembalian dana tersebut. Hal ini karena Pasal 27 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan tersebut menyatakan bahwa pengembalian dana atas bea masuk baru bisa dilakukan apabila merupakan hasil putusan pengadilan pajak. Sementara ranah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berada di ranah pengadilan umum, yaitu pengadilan perdata.
Menurut Pemohon, Pasal 27 UU tersebut inkonstitusional, karena tidak memberikan kesempatan pada setiap orang untuk mendapatkan pengembalian Bea Masuk yang sudah mereka bayarkan disebabkan adanya gugatan perdata. Pemohon juga menambahkan bahwa dengan adanya pembatasan mengenai “Pengadilan Pajak” sebagai lembaga banding yang dapat diakomodir dalam ketentuan tersebut, menyebabkan hal-hal yang menyangkut mengenai keperdataan diabaikan oleh ketentuan tersebut. Dengan alasan itu, Pemohon meminta MK menyatakan dan memerintahkan untuk menambah atau mengubah ketentuan tersebut menjadi “Pengembalian dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian Bea Masuk yang telah dibayarkan atas: e) Kelebihan pembayaran Bea Masuk sebagai akibat putusan pengadilan pajak dan pengadilan umum baik perdata maupun pidana”. (Lulu Anjarsari/IR)