Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan perkara Pengujian Undang-Undang Pengadilan Pajak, UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU Mahkamah Agung, dan UU Kekuasaan Kehakiman, Rabu (25/11) di Ruang Sidang Pleno MK. Pada sidang kedua perkara No. 133/PUU-XIII/2015 ini, Pemohon yang merupakan seorang likuidator melalui kuasa hukumnya menyampaikan pokok-pokok pernaikan permohonan.
Di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat, M. Said Bakhri selaku kuasa hukum Pemohon menyampaikan telah melakukan perbaikan permohonan sesuai saran dari panel hakim pada sidang pendahuluan. Perbaikan yang telah dilakukan oleh Nizarman Aminuddin selaku Pemohon antara lain memperbaiki sistmatika permohonan. Bila pada permohonan sebelumnya Pemohon tidak mencantumkan isi atau bunyi ketentuan yang digugatnya, kali ini Pemohon sudah melengkapinya sesuai saran hakim. Selain itu, Pemohon juga memperbaiki redaksional petitum permohonan yang diajukannya.
“Sebagai saran waktu sidang sebelumnya dari Yang Mulia di sini sudah kami tambahkan dengan poin bahwa bila Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya,” ujar M. Said menyampaikan tambahan petitum permohonan.
Sebelumnya, Pemohon yang merupakan likuidator PT Textra Amspin merasa dirugikan dengan ketentuan Pasal II angka 1 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 36 ayat (4) dan Pasal 89 ayat (1) UU Pengadilan Pajak, Pasal 66 ayat (1) UU MA, dan Pasal 24 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman. Menurut Pemohon, keberadaan pasal-pasal tersebut telah melanggar haknya sebagai warga negara yang memiliki kesamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan. Selain itu, pasal-pasal tersebut juga telah menghilangkan hak konstitusional Pemohon atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.
Hal tersebut didalilkan Pemohon dengan latar belakang kasus likuidasi PT Textra Amspin dengan Pemohon sebagai likuidatornya. Sebagai perusahaan yang dilikuidasi, PT Textra Amspin dibebani pembayaran pajak kurang bayar sebesar lima puluh dua milyar empat ratus delapan puluh enam juta enam puluh delapan ribu rupiah. Pajak tersebut dihitung berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah yang dinyatakan oleh Kantor Pajak sebagai asset/milik perusahaan PT Textra Amspin.
Saat itulah Pemohon merasa keberatan dengan pengenaan pajak oleh Dirjen Pajak. Sebab, tanah yang dijadikan dasar penilaian pajak kurang bayar bukan milik PT Textra Amspin, melainkan milik pribadi Pemohon. Merasa keberatan, Pemohon pun mengajukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Pjak hingga banding.
Namun demikian, gugatan Pemohon dinyatakan tidak dapat diterima karena tidak memenuhi syarat seperti yang tertera pada Pasal 36 ayat (4) UU Pengadilan Pajak. Pasal tersebut mensyaratkan dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang, Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50 persen. Oleh karena itulah Pemohon mendalilkan Pasal 36 ayat (4) UU Pengadilan Pajak bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28A, dan Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. (Yusti Nurul Agustin)