Tindak lanjut dari audit terhadap Pertamina Energy Trading Limited (Petral) akan menjadi pembuktian janji kampanye pasangan Jokowi-JK dalam hal pemberantasan mafia minyak dan gas (migas). Transparansi penanganan dugaan penyelewengan di tubuh anak perusahaan Pertamina ini serta jalur hukum yang bakal ditempuh adalah proses yang kini ditunggu-tunggu publik. Kepastian akan adanya penyelewengan serta siapa saja yang harus bertanggung jawab bakal menjadi pembelajaran bagi setiap pejabat yang terlibat dalam tata kelola migas.
Pada laporan hasil kerja KordaMentha, auditor independen asal Australia, nama sejumlah petinggi politik dan mantan pejabat tinggi Indonesia disebut. Agar tidak menjadi bola liar yang kontraproduktif, sudah pada tempatnya bila pemerintah menyerahkan hasil audit ke KPK.
Pintu masuk membongkar dugaan praktik mafia migas sudah terbuka lebar. Tim auditor telah menemukan sejumlah ketidakjelasan bisnis yang dilakukan Petral. Hasil audit menemukan adanya intervensi pihak ketiga dalam pengadaan dan jual-beli minyak mentah maupun produk BBM oleh Petral. Hal ini membuat diskon harga yang diperoleh menjadi tidak maksimal. Petral yang seharusnya mendapat diskon hingga US$ 1 per barel, ternyata hanya memperoleh potongan US$ 30 sen per barel.
Jaringan dalam perdagangan migas ini diketahui telah menguasai kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar selama tiga tahun. Selama audit berlangsung, sejak kegiatan impor Petral diambil alih Pertamina melalui Pertamina Integrated Supply Chain awal 2015, telah terjadi penghematan US$ 22 juta dalam tiga bulan.
Benar bahwa hasil audit tersebut akan digunakan internal Pertamina bagi perbaikan tata kelola migas. Namun, lebih penting lagi adalah membawa hasil audit ke ranah hukum guna menuntaskan masalah mafia migas dalam pengadaan minyak mentah dan BBM.
Selain langkah membawa ke ranah hukum merupakan perwujudan komitmen pemerintah memberantas mafia migas, masyarakat pun akan dibuat terang benderang mengenai persoalan menyangkut Petral. Salah atau benar dalam tata kelola migas, ada-tidaknya penyelewengan, biarlah dibuktikan di jalur yang benar yakni jalur hukum.
Kita menyebut pintu masuk mengungkap mafia migas terbuka lebar karena pemerintah sudah melakukan tahapan detail pascapengumuman pembekuan Petral 2014 lalu. Penelusuran detail dari semua aspek telah dilakukan antara lain kajian mendalam (due dilligent) terhadap aspek keuangan dan pajak, wind-down process berupa novasi kontrak, settlement utang piutang dan pemindahan aset kepada Pertamina, selain audit forensik.
Hasil audit juga memaparkan fakta-fakta, proses pengadaan minyak mentah dan BBM, serta pihak-pihak yang terlibat berikut perannya. Modus intervensi pihak ketiga itu mulai dari mengatur tender, membocorkan harga perhitungan sendiri, serta menggunakan karyawan dan manajemen Petral untuk memenangkan kepentingannya.
Publik yang mengikuti isu ini sudah telanjur mengerti siapa saja yang bakal terseret pada kubangan kasus Petral bila memang kasus ini dibawa ke ranah hukum. Bukan tidak mungkin sejumlah pejabat pemerintahan terdahulu bakal tersangkut. Bila memang benar demikian, maka pemerintah justru perlu secepatnya menuntaskan. Apalagi bak gayung bersambut, KPK sudah menyatakan siap menerima dan mengusut dugaan penyelewengan di Petral. Kita berharap tidak ada tarik ulur dan tawar menawar politis menyangkut masalah Petral.
Upaya pemberantasan mafia migas seiring sejalan dengan pembenahan sektor migas. Salah satu janji kampanye Jokowi-JK adalah keinginan membesarkan BUMN energi yaitu PT Pertamina (Persero) agar bisa bersaing secara global. Pertamina belum bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri karena hanya menguasai 21 persen produksi minyak dalam negeri, sedangkan sisanya dikuasai asing. Sebagai pembanding, di Malaysia, Petronas menguasai 60 persen produksi minyak negaranya.
Dalam perjalanan pemerintahan, Jokowi-JK telah merancang dan melakukan langkah nyata pembenahan bidang migas antara lain pembentukan satuan tugas antimafia migas, pengalihan subsidi BBM kepada masyarakat berhak, penghapusan broker gas tanpa fasilitas, reformasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melalui revisi UU Migas sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi, dan revisi UU Migas.
Pemerintah juga merencanakan pembangunan kilang baru dan membeli minyak bagian kontraktor, menjadikan Pertamina sebagai non-listed public company, dan kewenangan Pertamina mengambil alih pengelolaan blok migas habis kontrak.
Petral hanya bagian dari mata rantai persoalan. Artinya, ke depan sejatinya masih banyak persoalan migas yang menanti. Urusannya mencakup penataan dari hulu sampai hilir yang tentu membutuhkan waktu, keberanian, dan konsistensi.
Salah satu bentuk konsistensi adalah menuntaskan kasus per kasus seperti membawa kasus Petral ke ranah hukum. Berkaitan dengan konsistensi pula, bukan tidak mungkin pemerintahan saat ini terancam oleh “polusi” kepentingan elite yang bermain dalam perjalanan produksi migas. Petral menjadi salah satu tolok ukur kekuatan pemerintahan Jokowi-JK. Akankah konsisten memberantas mafia migas demi keuntungan negara dan kepentingan rakyat atau kalah oleh tarik ulur kepentingan politis?
Sumber: http://www.beritasatu.com/blog/tajuk/4429-tuntaskan-pemberantasan-mafia-migas.html