[JAKARTA] Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini mengharapkan Mahkamah Konstitusi tidak lagi menjadi lembaga hanya menjadi penghitung selisih suara, terutama dalam Pilkada Serentak 2015 mendatang.
"MK belakangan semakin terlihat menjadi 'Mahkamah Kalkulator', karena hanya menjadi penghitung selisih suara antara yang menang dan yang kalah, tidak lagi melihat substansi dari sebuah permohonan," kata Titi, di Jakarta, Senin (16/11).
Hal tersebut ia sampaikan dalam Seminar "Pilkada Serentak, Demokrasi Lokal, dan Efektivitas Pemerintahan Daerah" di Kantor Lembaga Administrasi Negara (LAN), Jakarta.
Menurut Titi, kondisi tersebut juga ditambah dengan keberadaan undang-undang kita saat ini yang membatasi orang untuk menggugat ke MK.
"Kan sekarang ada batasan selisih maksimal, 'nah mestinya MK keluar dari konstruksi yang dibuat oleh UU yang sesungguhnya tidak lazim tersebut," kata Titi lagi.
Titi juga mengatakan, akibat UU itu, bisa membatasi pencari keadilan karena bukan tidak mungkin ada kekuatan besar yang tidak mampu dilawan ketika proses penyelenggaraan yang berakibat pada kecurangan yang masif, terstruktur, dan sistematis.
"Itu seharusnya bisa dilawan oleh MK, jadi memang MK harus mengubah paradigmanya tidak menjadi 'Mahkamah Kalkulator', tetapi betul-betul melihat substansi sebuah permohonan sehingga bisa mewujudkan pilkada yang luber, jurdil, dan demokratis, serta MK juga harus keluar dari persepsi pembuat UU yang membatasi orang untuk mencari keadilan," katanya lagi.
Pilkada Serentak 2015 pertama kali dalam sejarah demokrasi Indonesia akan digelar pada 9 Desember.
Sebanyak 53 persen dari total wilayah di Indonesia, yaitu 269 daerah terdiri dari sembilan provinsi, 260 kota/kabupaten akan menentukan kepala daerah masing-masing. [Ant/L-8]
Sumber: http://sp.beritasatu.com/home/perludem-mk-jangan-hanya-jadi-penghitung-suara/101714