Pilkada Serentak, Calon Inkumben Rawan Curang
Jumat, 13 November 2015
| 08:55 WIB
TEMPO.CO, Karawang - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengatakan para calon kepala daerah inkumben sangat berpeluang melakukan kecurangan. Menurut dia, para calon tersebut memiliki akses memanfaatkan segala fasilitas kepala daerah untuk kampanye.
“Sangat terbuka lebar memanfaatkan fasilitas negara. Berdasarkan pengalaman saya saat menjadi Ketua MK, inkumben yang paling banyak melakukan kecurangan,” kata Hamdan saat menjadi pembicara dalam acara sosialisasi KPU Karawang pelaksanaan Pilkada yang akan digelar pada 9 Desember 2015.
Hamdan meminta agar Badan Pengawas Pemilu di seluruh daerah memperketat pengawasan. Menurut Hamdan, para calon inkumben kerap melakukan pelanggaran administratif. “Makanya pengawas harus lebih ketat,” katanya.
Menurutnya, jika lembaga pengawas pemilu tidak memiliki integritas, hal tersebut sangat berbahaya bagi kelangsungan demokrasi di Indonesia. “Pengawasan merupakan pengaman dari sebuah proses demokrasi. Jika pengawasan tidak dilakukan secara integritas, akan menjadi ancaman besar,”katanya.
Hamdan memprediksi gugatan sengketa pilkada nanti mencapai 300 kasus. Hal tersebut berdasarkan jumlah daerah yang melaksanakan Pilkada sebanyak 269 daerah. “Apalagi, kasus sebanyak itu harus selesai maksimal 45 hari. Ini akan menjadikan hari yang sangat sibuk untuk MK. Baiknya sengketa pemilu bisa selesai di daerah saja,”katanya.
Menurut dia, tahapan penyelesaian sengketa pilkada bisa diselesaikan melalui rekomendasi Panitia Pengawas Pemilu. Rekomendasi tersebut harus dilaksanakan oleh KPU. Jika tidak dilaksanakan, maka lembaga penyelenggara Pemilu tersebut bisa dilaporkan ke Dewan Kehormatan Pemilu.
“Namun, kadangkala Panwaslu mengaku tidak berdaya karena dominasi KPU. Jika sengketa selesai di tahap ini, akan mengurangi pekerjaan MK,”jelasnya.
Terkait dengan sengketa pidana pemilu, Hamdan mengatakan harus diselesaikan oleh Gabungan Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu), yang terdiri dari Panwaslu, Kejaksaan Negeri, dan Kepolisian. Namun sengketa tersebut kebanyakan tidak selesai ditingkat daerah sehingga tetap ditangani MK.
“Biasanya mereka beralasan karena tidak ada yang bisa membawa saksi. Sehingga kemudian pelapor menggugat ke tingkat yang lebih tinggi,”katanya.
HISYAM LUTHFIANA