Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan para mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo (FH Unijoyo) Madura pada Senin (9/11) pagi. Peneliti MK, Fajar Laksono Soeroso menerima kunjungan para mahasiswa tersebut di Aula Gedung MK, sekaligus memberikan materi seputar kewenangan MK.
“Mahkamah Konstitusi kini sudah berusia 12 tahun. Berdasarkan kewenangan-kewenangan yang dimiliki Mahkamah Konstitusi, semuanya bermuara pada tegaknya hukum dan keadilan,” kata Fajar kepada para mahasiswa.
“Tidak bisa dipungkiri, MK selama 12 tahun sudah memberikan kontribusi bagi perkembangan demokrasi dan penegakan hukum di Indonesia dengan kewenangannya untuk mengawal Konstitusi,” tambah Fajar.
Fajar mengatakan, salah satu kewenangan terpenting MK di mana pun berada yaitu pengujian konstitusionalitas Undang-Undang. “MK pertama di dunia adalah di Austria pada 1920, yang dibentuk berdasarkan gagasan Hans Kelsen.
Tahun demi tahun gagasan untuk membentuk MK di berbagai belahan dunia terus berkembang, melebar ke negara-negara pecahan Rusia, Korea Selatan dan lainnya. Bagaimana dengan sejarah berdirinya MK di Indonesia?
Fajar menjelaskan, salah satu tuntutan reformasi adalah melakukan amandemen UUD 1945 karena UUD 1945 dinilai memiliki banyak kelemahan. “Berdasarkan kelemahan-kelemahan dalam UUD 1945, selama tiga dasawarsa pada masa orde baru kita tidak mungkin menjumpai sistem politik yang demokratis,” imbuh Fajar.
Menurut Fajar, pada saat terjadi amandemen UUD 1945 itulah ide perlu dibentuknya MK di Indonesia terlontar. Hingga kemudian pada 13 Agustus 2003 dibentuklah MK Republik Indonesia. Dalam perjalanannya, kata Fajar, MK menunjukkan kontribusi yang luar biasa terhadap kehidupan demokrasi di Indonesia melalui kewenangannya menguji Undang-Undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan antarlembaga negara, dan memutus sengketa pemilihan umum. Sedangkan kewenangan untuk memutus pembubaran partai politik dan kewajiban untuk memutus pendapat DPR bila Presiden/Wakil Presiden diduga melakukan pelanggaran hukum, belum pernah dijalankan MK. Berbeda dengan MK Korea Selatan atau MK Jerman, MK Indonesia tidak memiliki kewenangan untuk menangani pengaduan konstitusional (constitutional complaint).
Usai menyampaikan materi, Fajar memberikan kesempatan kepada para mahasiswa untuk bertanya. Salah seorang di antaranya menanyakan perihal sistem penanganan perkara di MK. Fajar menjelaskan, sistem penanganan perkara di MK dijalankan dengan transparan dan akuntabel.
“MK adalah lembaga peradilan yang modern dan terpercaya. Berangkat dari itulah MK melakukan terobosan-terobosan. Terutama agar publik pencari keadilan dapat mengakses informasi-informasi MK dengan mudah. Di samping itu MK berupaya menjalankan sistem penanganan perkara yang akuntabel dan transparan melalui laman MK. Jadi mereka yang berperkara di MK bisa memantau melalui laman MK, kapan mereka sidang pendahuluan, sidang pembuktian, sampai waktunya sidang pengucapan putusan. Terobosan paling penting, putusan MK dapat langsung diakses melalui laman MK, tidak lama putusan dijatuhkan,” tandas Fajar. (Nano Tresna Arfana/IR)