Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar rapat koordinasi persiapan penanganan perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota (Pilkada) dengan satu pasangan calon atau calon tunggal, pada Kamis (5/11) di Gedung MK. Dalam acara yang digelar secara tertutup tersebut, selain dihadiri oleh para Hakim Konstitusi, hadir juga Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad, dan Ketua Dewan Kehormatan Penyenggara Pemilu (DKPP) Jimly Asshiddiqie.
Rapat koordinasi yang dipimpin oleh Ketua MK Arief Hidayat ini membahas tentang potensi permasalahan yang muncul pada perkara sengketa pilkada calon tunggal sekaligus langkah antisipasinya. Pada 29 September 2015 lalu, MK memutus perkara dengan nomor 100/PUU-XIII/2015 tentang pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).
Dalam putusan itu, MK memberikan peluang penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dengan calon tunggal melalui mekanisme referendum guna menjamin hak konstitusional rakyat agar tetap dapat memilih dan dipilih. Mekanisme referendum tersebut dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada rakyat (pemilih) untuk menyatakan “Setuju” atau “Tidak Setuju” dalam surat suara yang didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan rakyat atau pemilih menentukan pilihan. Apabila pilihan “Setuju” memperoleh suara terbanyak maka pasangan calon ditetapkan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih. Namun jika “Tidak Setuju” memperoleh suara terbanyak, maka pemilihan ditunda sampai Pilkada berikutnya.
Terhadap putusan tersebut, MK mengeluarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi PMK Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dengan Satu Pasangan Calon (PMK No.4/2015). PMK tersebut, lanjut Arief, memberikan penjelasan mengenai pemohon yang memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan dalam sengketa Pilkada dengan pasangan calon tunggal.
”PMK ini mengatur beberapa hal terutama terkait siapa yang memiliki legal standing (dalam sengketa Pilkada pasangan calon tunggal) karena ini yang berubah. Kalau yang dimenangkan adalah rakyat Tidak Setuju, maka si pasangan calon memperoleh legal standing. Namun jika yang menang disetujui oleh rakyat, maka yang memiliki legal standing adalah lembaga pemantau Pilkada setempat,” papar Arief ketika memberi keterangan pers usai pertemuan.
Ketua KPU Husni Kamil Malik menambahkan, sejauh ini baru ada tiga kabupaten yang Pilkadanya diikuti pasangan calon tunggal, yakni Kabupaten Blitar, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Timor Tengah Utara. KPU, lanjut Husni, sudah menerima pendaftaran dari lembaga pemantau pemilu, yakni tiga dari Kabupaten Tasikmalaya dan satu dari Kabupaten Blitar. “Mereka akan melalui proses akreditasi oleh KPU dan dinilai apakah menenuhi syarat, di antaranya berbadan hukum Indonesia seperti memiliki AD/ART dan lainnya,” tuturnya.
Sementara itu, terkait persidangan sengketa penyelesaian hasil pilkada, Ketua Bawaslu Muhammad menegaskan telah meminta MK untuk tidak menerima panitia pengawas yang memihak kepada pihak yang berperkara. “Kami memohon Majelis Hakim jangan menerima Panwas yang menjadi saksi tanpa adanya rekomendasi dari Bawaslu karena kami khawatir telah (panwas tersebut) terindikasi,” tegasnya. (Lulu Anjarsari/IR)