Teguh Boediyana, seorang peternak sapi mengajukan uji materiil Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (UU Peternakan dan Kesehatan Hewan). Pemohon merasa dirugikan dengan Pasal 36C ayat (1) dan (3), 36D ayat (1) dan 36E ayat (1) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan yang mengatur syarat negara atau zona dalam suatu negara yang dapat mengimpor ternak ruminansia (hewan pemamah biak, lembu, biri-biri, dll.)
Pasal 36C ayat (1) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan menyebutkan, “Pemasukan ternak ruminansia indukan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat berasal dari suatu negara atau zona dalam suatu negara yang telah memenuhi persyaratan dan tata carapemasukannya.”
Sedangkan Pasal 36C ayat (3) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan berbunyi, “Pemasukan ternak ruminansia indukan yang berasal dari zona sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus terlebih dahulu: a) Dinyatakan bebas penyakit hewan menular di negara asal oleh otoritas veteriner negara asal sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan badan kesehatan hewan dunia dan diakui oleh otoritas veteriner Indonesia; b. Dilakukan penguatan sistem dan pelaksanaan surveilan di dalam negeri; dan c. Ditetapkan tempat pemasukan tertentu.”
Pemohon merasa dirugikan sebab dengan diberlakukannya ketentuan tersebut, hak untuk hidup aman, sehat dan sejahtera akan hilang. “Alasan permohonan Pemohon adalah hilangnya hak untuk hidup dengan aman, sehat, dan sejahtera dengan menghilangkan atau dengan penghilangan asas maximum security dan sangat besar risikonya. Pada abad ke-18, Indonesia pernah terjangkit wabah yang sangat merugikan petani ternak. Dari ternak-ternak yang diimpor muncul berbagai penyakit. Lima penyakit diantaranya sangat berbahaya yaitu penyakit ngorok, penyakit antraks, penyakit surra, penyakit mulut dan kuku serta penyakit rinderpest,” papar kuasa hukum Pemohon, Hermawanto pada sidang pemeriksaan pendahuluan, Kamis (5/11) siang, di Ruang Sidang MK.
Menurut Pemohon, pemberlakuan pasal yang diujikan memberikan seluas-luasnya kebebasan impor daging ke Indonesia. Hal tersebut akan mengancam kesehatan ternak dan mendesak usaha peternakan sapi lokal. Apalagi pada 2010, MK pernah memutuskan bahwa dalam importasi dan produk hewan, Indonesia menganut sistem state based bukan zona based.
Selain itu, Pemohon menilai Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan justru semakin memperluas kebijakan importasi ternak di tengah ketergantungan yang tinggi pada impor ternak dan produk ternak. Menurut Pemohon, seharusnya pemerintah berbenah memperbaiki industri peternakan dan peternakan rakyat di dalam negeri. Sehingga, Pemohon meminta agar frasa“atau zona dalam suatu negara” dalam Pasal 26C ayat (1), kata “zona” dalam Pasal 36C ayat (3), kata “zona”, dalam Pasal 36D ayat (1), dan frasa“ atau zona dalam suatu negara” dalam Pasal 36E ayat (1) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Terhadap permohonan tersebut, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna menyarankan agar Pemohon menjelaskan lebih detail mengenai pengertian maupun maksud state based dan zona based dalam permohonan. “Anda kan mempersoalkan zonanya itu yang menjadi inkonstitusional menurut Anda. Apa perbedaan antara state based dengan zona based? Misalnya mengapa itu menjadi inkonstitutional? Mengapa kalau state based, itu saudara anggap konstitusional? Mengapa kalau zona based jadi inkonstitusional? Nah, itu yang mesti diuraikan,” jelas Palguna.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul mengatakan, sistem zona based dalam importasi daging sapi ke Indonesia dimaksudkan sebagai jalan keluar untuk ketersediaan daging di Indonesia. “Karena begini ya, hal itu bisa menjadi persediaan lokal. Karena tidak selalu mencukupi untuk konsumsi keseluruhannya di Indonesia. Sehingga adanya pengaturan ini adalah untuk mencari jalan keluar, sekiranya itu persediaan lokal itu tidak selalu memenuhi untuk konsumsi dalam negeri,” ucap Manahan.
Selain Teguh Boediyana, terdapat beberapa Pemohon lain dalam perkara yang terdaftar dengan nomor 129/PUU-XIII/2015 ini. Pemohon lainnya tersebut yakni, Mangku Sitepu selaku dokter hewan, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhamad Lutfi Nugraha selaku petani dan konsumen daging, Asnawi selaku pedagang daging sapi dan Rachmat Pambudy selaku dosen dan konsumen daging. (Nano Tresna Arfana/IR)