DENPASAR -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengingatkan lembaga pemantau pemilu untuk melakukan registrasi atau pendaftaran terkait pengawasan pilkada di daerah dengan pasangan calon (paslon) tunggal. Registrasi dibutuhkan agar lembaga tersebut bisa memiliki legal standing atau kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika ada indikasi kecurangan dalam pilkada paslon tunggal itu.
"Legalitas pemantau yang difasilitasi oleh KPU harus registrasi dan dapat sertifikat (dari KPU)," ujar Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik di sela Media Gathering dan Bimbingan Teknis Pemungutan dan Penghitungan Suara, di Sanur, Bali, Jumat (30/10).
Husni mengatakan, setelah MK mengeluarkan peraturan tentang pihak yang berhak mengajukan gugatan pilkada di daerah paslon tunggal, salah satu poin peraturan tersebut menyoal diberikannya legal standing kepada lembaga pemantau mengajukan gugatan apabila pihak yang setuju dikalahkan oleh paslon tunggal.
Untuk kejelasan selanjutnya, KPU bersama Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) akan kembali berkonsultasi dengan MK terkait aspek legal standing bagi lembaga pemantau tersebut. Sebab, KPU perlu memastikan secara terukur dan jelas hal yang mengenai dibolehkannya lembaga pemantau pemilu mengajukan gugatan ke MK tersebut. "Kita sedang cari waktu untuk itu," ujarnya.
Sedangkan, komisioner KPU lainnya, Hadar Nafis Gumay, menilai lembaga pemantau yang melakukan pengawasan pilkada di daerah paslon tunggal harus dipastikan kemandiriannya. Sebab, suatu gugatan belum tentu mewakili kelompok masyarakat yang tidak setuju terhadap paslon tunggal. "Pemantau haruslah nonpartisan, netral. Pemantau harus bisa pantau resmi," jelas Hadar.
Dia pun sependapat mengenai perlunya lembaga pemantau memperoleh akreditasi dari lembaga penyelenggara pemilu. "Untuk pastikan, harus punya dasar dokumen-dokumen bukti," ungkap Hadar.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengingatkan KPU tidak mempersulit registrasi lembaga pemantau yang meminta akreditasi lembaganya. Hal ini berkaitan dengan pilkada dengan satu pasangan calon atau calon tunggal. Sesuai peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK), lembaga pemantau dibolehkan mengajukan gugatan hasil pilkada calon tunggal.
"KPU tidak boleh mempersulit lembaga pemantau yang diminta akreditasi, jadi untuk memberikan validasi," ungkap Titi, Ahad (30/10). Titi mengatakan, ada hak-hak lembaga tersebut terkait dengan akses informasi yang terjadi di tempat pemungutan suara (TPS), selain undang-undang juga mengatur hal tersebut.
Namun, KPU tidak boleh mengesampingkan dan harus memperhatikan rekam jejak lembaga dan personel lembaga tersebut. "Penting itu untuk memastikan rekam jejak dan personelnya, bukan serta-merta organisasi terbentuk saja, tapi ada kapasitasnya, meskipun telah kita bedakan lama dan baru," ungkapnya.
Ia menambahkan, setiap lembaga juga memiliki substansi yang ditekankan dalam pemantauan pilkada. Perludem sendiri, sambung Titi, mengutamakan penegakan kode etik dalam melakukan pengawasan pilkada.
"Kita juga fokus pada potensi rawan pilkada serta penguasaan substansi dan aturan kepemiluan penting sehingga memahami apa yang kita pantau," ungkapnya.
Diketahui, MK telah mengeluarkan Peraturan MK (PMK) Nomor 4/2015 tentang pihak yang berhak mengajukan gugatan pilkada di daerah paslon tunggal. Adapun salah satu poin peraturan tersebut di antaranya memberi legal standing kepada lembaga pemantau untuk mengajukan gugatan
Sumber: http://www.republika.co.id/berita/koran/politik-koran/15/11/02/nx6c1j6-pemantau-diminta-mendaftar