JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) harus memperketat pendaftaran lembaga pemantau pemilihan kepala daerah (pilkada) di daerah yang calon kepala daerahnya tunggal. Seleksi perlu diperketat karena Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan peraturan bahwa lembaga pemantau pilkada berhak mengajukan sengketa hasil pilkada di daerah dengan calon tunggal.
Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, dan pengajar ilmu politik Universitas Cendana, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jojo Rohi, yang dihubungi SH, Selasa (27/10).
“Pemantau pemilu itu harus independen dan imparsial. Jangan sampai nanti ada penumpang gelap ikut mendaftar jadi pemantau hanya untuk mengganggu hasil pemilu,” kata Titi Anggraini.
Ia mengemukakan, peraturan MK memang penting sebagai jalan keluar mengatur sengketa pilkada di daerah yang calon kepala daerah tunggal. Namun di sisi lain, ini rawan disusupi kepentingan politik. Bahkan bisa saja partai-partai politik pun ikut membentuk tim pemantau sebagai kendaraan politik.
Sementara itu, Jojo Rohi memperkirakan setelah terbitnya peraturan MK bakal banyak lembaga pemantau yang mendaftar di KPUD. “Ini pasti lembaga pemantau jadi menjamur. Mereka yang gagal menjadi calon kepala daerah pun pasti akan membentuk lembaga pemantau untuk merecoki pilkada, misalnya untuk menahan agar tidak ada calon kepala daerah terpilih,” katanya.
Menurutnya, KPUD harus memperketat persyaratan pendaftaran lembaga pemantau pilkada dengan memperhatikan rekam jejak lembaga. KPUD harus bisa membedakan antara lembaga independen yang sungguh-sungguh melakukan pemantauan dengan lembaga pemantau yang hanya digunakan sebagai kendaraan politik.
“KPUD misalnya bisa melihat apakah lembaga pemantau tersebut sudah bekerja pada pemilu-pemilu sebelumnya atau tidak,” ujar Jojo yang juga Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu ini.
Miliki “Legal Standing”
Sebelumnya, Ketua MK Arief Hidayat menyatakan, MK telah mengeluarkan Peraturan MK (PMK) No 4/2015 yang mengatur perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) untuk calon tunggal dalam pilkada. Ia menyatakan, lembaga pemantau memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan PHPU di daerah calon tunggal adalah pemantau pemilu yang berbadan hukum Indonesia.
“Setelah kami bicarakan mendalam, baru saja tadi pagi kami sepakat untuk membuat PMK tersendiri. Nomor diatur kalau tidak salah PMK No 4 yang khusus mengatur berhubungan PHPU hanya dengan satu pascal (pasangan calon),” tutur Arief di gedung MK, Senin (26/10).
Arief mengungkapkan, pembahasan PMK calon tunggal ini tidak hanya berdasarkan rapat permusyawaratan hakim (RPH). Proses finalisasi PMK calon tunggal ini juga dipengaruhi aspirasi pelbagai pihak.
“Namun, untuk pemantau pemilu ini tidak semua berhak. Hanya pemantau pemilu yang memenuhi persyaratan khusus, yakni berbadan hukum Indonesia dan harus terdaftar dan bersertifikat oleh KPU, bukan berbadan hukum asing. Jadi, tidak yang tahu-tahu muncul ada pemantau itu tidak bisa,” seru Arief.
Ia mengungkapkan, pemberian legal standing terhadap pemantau pemilu terjadi atas pertimbangan yuridis, filosofis, dan sosiologis. Namun, ia juga menyatakan calon tunggal juga punya legal standing untuk mengajukan gugatan jika ternyata hasil pilkada menunjukkan opsi “tidak setuju terhadap calon kepala daerah” menang.
Syarat untuk mengajukan gugatan, Arief menyebutkan, harus ada selisih suara yang signifikan yang ketentuannya mengadopsi Pasal 158 UU Pilkada. Pasal 158 Ayat (1) UU Pilkada menyebut syarat pengajuan (pembatalan) ialah ada perbedaan selisih suara maksimal 2 persen dari penetapan hasil penghitungan suara KPU Provinsi bagi provinsi maksimal 2 juta penduduk.
Alasan lain PMK calon tunggal ini memberikan akses bagi pemantau pemilu untuk menggugat lantaran mereka disinyalir telah siap menggugat dengan alat bukti perselisihan hasil pilkada serta memiliki data valid terkait jumlah perolehan suara. “Kalau masyarakat tidak punya data valid. Itu karena pemantau sejak awal memantau penyelenggaraan pilkada. Pemantau paling visible mempunyai bukti-bukti yang bisa diajukan permohonan PHPU,” tutur Arief. (Nofanolo Zagoto)
Sumber: http://www.sinarharapan.co/news/read/151027378/lembaga-pemantau-pemilu-palsu-bakal-menjamur