Mahkamah Konstitusi (MK) melakukan judicial review UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terhadap UUD 1945, Jumat 16 Maret 2007, pukul 10.00 WIB di ruang sidang MK dengan agenda pemeriksaan pendahuluan.
Perkara No. 7/PUU-V/2007 ini dimohonkan oleh Rahmat (37), kakak dari almarhum Yusuf (21) yang tewas pada saat dilakukan operasi pengejaran anggota Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus Poso oleh anggota Detasemen Khusus Anti Teror 88 Polri (Densus 88) bulan Januari silam, dengan kuasa hukum dari Tim Pengacara Muslim (TPM) yang terdiri dari H.M. Mahendradatta, SH., MA., MH. dkk.
Dalam petitumnya, Pemohon meminta Majelis Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan Pemohon seluruhnya dan menyatakan Penjelasan Pasal 95 Ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP yang berbunyi: Yang dimaksud dengan kerugian karena tindakan lain ialah kerugian yang ditimbulkan oleh pemasukan rumah, penggeledahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum. Termasuk penahanan tanpa alasan ialah penahanan yang lebih lama daripada pidana yang dijatuhkan, bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 serta menyatakan materi muatan pada penjelasan pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Ihwal pengajuan perkara ini, Pemohon menganggap Penjelasan Pasal 95 ayat (1) UU a quo telah merugikan hak konstitusional Pemohon untuk mendapatkan kepastian hukum. Terkait dengan tewasnya adik Pemohon akibat ditembak oleh anggota Densus 88, Pemohon bermaksud mem-praperadilan-kan kepolisian akibat peristiwa tersebut dengan mendasarkan pada Pasal 95 UU a quo karena Pemohon merasa bahwa adiknya bukan termasuk Para DPO. Namun niat tersebut terhambat oleh Penjelasan Pasal 95 ayat (1).
Terhadap penjelasan ini, Anggota Panel Hakim I Dewa Gede Palguna, S.H., M.H. justru menanyakan balik kepada pemohon, sekaligus sebagai bentuk nasehat, apakah bila nanti permohonan ini dikabulkan justru lebih menimbulkan ketidakpastian hukum akibat tiadanya penjelasan atas Pasal 95 ayat (1) tersebut. Pemohon harus bisa memberikan penjelasan hukum lebih baik atas permohonan ini, jelas Palguna.
Selain itu, Palguna juga meminta Pemohon memberikan penjelasan lebih baik lagi tentang kerugian konstitusional apa yang dialami Pemohon Prinsipil. Pemohon harus bisa menjelaskan keterkaitan antara kerugian konstitusional yang dialami Pemohon Rahmat dengan almarhum Yusuf, sarannya.
Sebelum mengakhiri persidangan, Ketua Panel Hakim Maruarar Siahaan, S.H. memberi waktu maksimal empat belas hari kerja bagi Pemohon untuk memperbaiki permohonannya. (Ardli Nuryadi/Wiwik Budi Wasito)