VIVA.co.id - Surat edaran Kepala Polri tentang ancaman pidana atas perbuatan penghinaan, atau pencemaran nama dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Soalnya, satu di antara beberapa frasa dalam surat edaran yang belakangan populer disebut ujaran kebencian itu sudah dibatalkan oleh MK.
Frasa yang dimaksud ialah "perbuatan tidak menyenangkan". Frasa itu sebelumnya masuk dalam Pasal 335 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tetapi dibatalkan MK pada 16 Januari 2014. MK mencabut frasa itu. karena dipandang sangat tidak mengikat hukum dan perbuatan tidak menyenangkan tidak dapat diukur.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta berpendapat bahwa frasa "perbuatan tidak menyenangkan", seharusnya tak lagi termasuk dalam hal-hal, atau perbuatan yang diancam pidana sebagaimana termaktub dalam surat edaran Kepala Polri.
Berdasarkan surat edaran itu, pada Nomor 2 huruf (f) disebutkan: “...ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam KUHP dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP yang berbentuk, antara lain; penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, menyebarkan berita bohong, dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial.”
"Seharusnya 'perbuatan tidak menyenangkan' itu tidak masuk. Sudah dibatalin MK. Pasal 'perbuatan tidak menyenangkan' itu tidak jelas,” ujar Nelson Nikodemus Simamora, pengacara publik pada LBH Jakarta, dihubungi VIVA.co.id pada Senin malam, 2 November 2015.
Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP sebelum putusan MK berbunyi: “Barang siapa secara sengaja melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.”
Setelah putusan MK, pasal itu berubah menjadi: "Barang siapa secara sengaja melawan hukum, memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain." (asp)
Sumber: http://nasional.news.viva.co.id/news/read/694730-edaran-soal-ujaran-kebencian-dinilai-bertentangan-putusan-mk