Banda Aceh- Direktur Koalisi NGO HAM Aceh, Zulfikar Muhammad, Rabu (28/10/2015) menilai logika hukum yang dibangun oleh Safaruddin (Din YARA-red) yang melakukan judicial reviewketentuan Pasal 205 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, merupakan cara berpikir yang keliru.
Kepada The Globe Journal, Zulfikar mengatakan, kalau cantolan hukumnya adalah Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang berisi: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya, berarti Safaruddin Cs sedang dalam upaya mereduksi kekhususan Aceh yang diatur dalam UU Nomor 11 tahun 2006 Tentang pemerintahan Aceh.
“Ini berbahaya. Bila satu persatu kekhususan Aceh coba dicerabut hanya karena dalilnya Pasal 27 ayat (1) UUD1945, maka ke depan yang berpotensi hilang adalah soal penegakan Syariat Islam, KKR Aceh, Mukim dll. Mungkin ini yang tidak dipahami oleh safaruddin dan teman-temannya. Semua yang diatur dalam UUPA adalah kekhususan yang tidak dipunyai oleh tempat lain. Apa mau dihapus semua?,” ujar Zulfikar Muhammad.
Dia juga menambahkan, bila ketakutan dari Safaruddin adalah adanya intervensi Gubernur terhadap kinerja kapolda Aceh, lagi-lagi bila yang digugat adalah kewenangan memberikan persetujuan terhadap calon kapolda yang akan ditempatkan di Aceh, maka ini salah alamat dan salah dalam membangun logika berfikir.
“Bila dasar gugatan ini adalah ketakutan bahwa Gubernur Aceh bisa mengintervensi kinerja Kapolda Aceh, maka yang harus dilakukan sebenarnya adalah pengawalan terhadap Polda itu sendiri. Bila ditemukan adanya pelanggaran, bisa dilaporkan ke Irwasum Polri. Polisi diatur dengan UU kepolisian. Bukan oleh UUPA,” kata Zulfikar.
Menurut Zulfikar, apa yang diatur oleh UUPA sudah pada track yang benar. Maksud pendahulu menerapkan aturan itu, antara lain untuk menjaga perasaan rakyat Aceh tentang trauma masa lalu.
“Coba bayangkan yang ditempatkan di Aceh adalah petinggi Polri yang tangannya pernah berdarah secara nyata di sini. Bagaimana kondisi perasaan rakyat Aceh? Pasti terluka. Nah, untuk mengantisipasi hal ini, maka fungsi kewenangan Gubernur Aceh dalam hal penentuan siapa boleh dan siapa tidak boleh ditempatkan di Aceh sudah tepat,” terangnya.
Sumber: http://theglobejournal.com/hukum/gugat-kekhususan-aceh-ke-mk-logika-berpikir-safaruddin-salah/index.php