Tiga orang petani yang menggugat ketentuan pemidanaan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan (UU Perkebunan) memperbaiki permohonannya bernomor 122/PUU-XIII/2015, Rabu (28/10). Andi Muttaqien selaku kuasa hukum Pemohon menyampaikan bahwa permohonan tersebut sudah diperbaiki sesuai saran Majelis Hakim pada sidang pendahuluan.
Salah satu perbaikan yang dilakukan terkait belum adanya pembubuhan tanda tangan dalam surat kuasa yang disampaikan ke Mahkamah. Selain itu, Pemohon juga memperbaiki identitas serta pokok permohonan. Bila sebelumnya Pemohon mengajukan Pasal 11 ayat (2) UU Perkebunan sebagai salah satu norma untuk diuji, maka pada perbaikan permohonan ini Pemohon menghilangkan pasal tersebut.
“Perbaikannya sudah banyak, salah satunya adalah pasal yang kami ujikan. Kami sudah menghilangkan Pasal 11 ayat (2) yang kemarin kami cantumkan untuk diuji, saat ini sudah kami buang. Selain itu kami juga menambahkan Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai salah satu alat uji atau sebagai batu uji,” ujar Andi di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Suhartoyo.
“Baik, Jadi, petitum yang Pasal 11 dihilangkan, kemudian ada perbaikan yang untuk Pasal 12, ya? Kemudian, mengenai identitas sudah diperbaiki, untuk surat kuasa karena memang surat kuasa itu sangat prinsipil karena Anda-Anda tidak bisa mempunyai kekuatan sebagai pihak di dalam mewakili Prinsipal kalau Surat Kuasanya ada sesuatu yang cacat atau tidak sesuai dengan yang sebenarnya,” ujar Suhartoyo sembari mengesahkan 13 bukti yang diajukan Pemohon.
Sebelumnya, tiga orang petani yang bertempat tinggal di wilayah perkebunan dan sedang memiliki konflik dengan perusahaan perkebunan, yakni Muhammad Nur, Aj Dahlan, dan Theresia Yes menggugat beberapa ketentuan dalam UU Perkebunan. Adapun ketentuan yang diuji, yakni Pasal 107 huruf a, huruf c dan huruf d yang berisi ketentuan pemidanaan bagi orang yang secara tidak sah mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai Lahan Perkebunan. Dalilnya, ketentuan tersebut berpotensi mengkriminalkan Pemohon. Bahkan, salah satu Pemohon yaitu M. Nur justru telah diperkarakan.
“Dua orang Pemohon, yaitu Pemohon II dan Pemohon IIII itu berpotensi akan dikriminalkan dengan Undang-Undang Perkebunan. Sementara Pemohon pertama kami itu bahkan sudah secara faktual saat ini sedang menjalani persidangan karena dianggap menganggu usaha perkebunan,” ujar Andi pada sidang pemeriksaan pendahuluan, Kamis (15/10).
Selain itu, Pemohon juga menggugat Pasal 12 Ayat (1) UU Perkebunan yang mengatur tentang musyawarah untuk persetujuan penyerahan tanah hak ulayat. Ketentuan lain yang digugat yakni Pasal 55 huruf a, huruf c, dan huruf d UU Perkebunan yang mengatur larangan kepada setiap orang yang tidak sah untuk mengerjakan, menggunakan, menduduki dan/atau menguasai lahan perkebunan. (Yusti Nurul Agustin/IR)