Mahkamah Konstitusi (MK) tak pernah berhenti melakukan sosialisasi UUD 1945 hasil perubahan ke berbagai daerah. Kali ini MK menerjemahkan UUD 1945 ke dalam bahasa Bima, Nusa Tenggara Barat. Lokakarya Pengalihbahasaan UUD 1945 ke dalam bahasa Bima dilaksanakan pada hari Jumat, 23 Maret 2007 di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat mendatangkan Ketua MK Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H untuk memberikan ceramah umum. Dalam ceramahnya, Prof. Jimly menyatakan bahwa UUD 1945 sebagai konstitusi RI sangat penting untuk dibumikan atau dimasyarakatkan sampai ke lapisan paling bawah. Sebab, lanjut Prof. Jimly, UUD 1945 ini milik bangsa Indonesia di mana isinya sangat rinci dan memiliki banyak aspek perlindungan hak dan kewajiban konstitusional setiap warga negara. Inilah maksud diterjemahkannya UUD 1945 ke dalam beberapa bahasa daerah, jelas Prof. Jimly.
Melalui kegiatan penerjemahan ini juga, lanjut Jimly, MK ingin memberikan kesempatan kepada daerah lokal dengan bahasa daerahnya untuk bergaul dengan pemikiran-pemikiran abstrak di tingkat undang-undang dasar. Selama 60 tahun Indonesia merdeka, lanjut Prof. Jimly, tradisi, kebudayaan, bahasa dan juga kearifan daerah lokal telah mengalami penyeragaman di semua aspek. Dalam hal ini, bahasa daerah merupakan aspek yang paling banyak yang diseragamkan ke bahasa Indonesia sehingga 726 bahasa daerah yang ada di Indonesia banyak yang sudah hilang.
Prof. Jimly juga mengemukakan teori bentuk organisasi negara (konfederasi, federal, kesatuan, dsb), di Eropa yang baru berkembang pada awal abad ke-18. Sedangkan di Indonesia, papar Prof. Jimly, pada abad ke-8/9 jaman Kerajaan Gowa sudah ada konsep tersebut, di antaranya Dewan Kerajaan dan Pemilihan Raja Besar di Gowa. Ada juga di Marga, Sumatra Selatan yang sudah mengenal trias politika (eksekutif, legislatif, yudikatif) pada abad ke 6, sedangkan di Eropa baru pada abad ke-17 mengenal trias politika. Artinya, kita sudah memiliki tradisi politik dan tata negara yang sangat kaya dari Aceh sampai Merauke, ujar Prof. Jimly.
Pada zaman sekarang, menurut Jimly, UUD 1945 sudah mengubah pola berpikir masyarakat, baik tradisi kebudayaan lokal, bahasa lokal, dan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat. Mereka bukan cuma diberi tempat tetapi juga disediakan mekanisme agar bisa eksis di zaman modern sekarang. Sebelum menutup ceramahnya, Prof. Jimly mengatakan, Penerjemahan UUD 1945 ke dalam bahasa daerah ini sangat penting, agar dialog kultural antara dunia tradisi bangsa kita dengan dunia ide-ide baru dari luar tercapai, tegasnya. (Prana Patrayoga)