JAKARTA -- Hampir seluruh daerah telah menetapkan data pemilih tetap (DPT) pilkada serentak 2015. Seperti yang terlihat di laman resmi KPU, jumlahnya mencapai sebanyak 97.142.889 pemilih.
Meskipun begitu, proses perbaikan terhadap jumlah pemilih di daerah tersebut terus berlangsung, terutama terkait pemilih ganda, pemilih yang tidak tercantum, maupun pemilih yang masih terdaftar padahal telah meninggal dunia.
Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia menilai perbaikan DPT pemilih harus diperhatikan oleh penyelenggara pemilu agar tidak menyebabkan hak pemilih hilang.
"Perbaikan DPT jangan mengulang pada kasus Pileg 2014, di mana perbaikan DPT menyebabkan pengurangan jumlah pemilih," ujar anggota KIPP Girindra sandino dalam keterangannya, di Jakarta, Selasa (20/10).
Padahal, menurut dia, di saat bersamaan surat suara sudah mulai diproduksi berdasarkan data DPT yang telah ditetapkan. Hal ini juga terjadi di pileg lalu, di mana hasil perbaikan DPT menurun dari jumlah surat suara yang tercetak bahkan telah terdistribusi ke berbagai daerah.
Ia menilai adanya hak pemilih hilang tersebut akan menimbulkan beragam persoalan dan menyumbang salah satu titik paling rawan di pilkada serentak. Pihak yang kalah dalam hasil penghitungan suara akan memanfaatkan persoalan hilangnya hak pemilih ini sebagai bahan untuk gugatan.
Apalagi, menurut dia, penyelesaian sengketa hasil pilkada yang diperbolehkan untuk diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dalam pilkada kali ini yakni dengan syarat 0,5-2 persen sesuai jumlah penduduk.
"Sebuah margin error yang sangat tipis. Pasangan calon yang bertarung dalam pilkada tentu akan melakukan apa saja untuk melewati batas 0,5-2 persen agar bisa mengajukan sengketa," ujar Girindra.
Hal ini tentu menyumbang kerawanan tinggi yang perlu diantisipasi berbagai pihak, mengingat sifat pilkada yang lokalistik, serta ikatan emosi primordial yang tinggi antara pendukung dengan kandidat. Dilanjutkannya, pilkada yang hanya satu putaran akan menyebabkan peserta pilkada habis-habisan untuk menang dalam satu putaran dengan meraih suara terbanyak.
"Maka penyelesaiannya ada di tahapan pilkada, tidak mungkin lagi pascapilkada. Bawaslu dan jajarannya harus sangat jeli dalam hal ini. Pun saat ini sudah terbentuk Sentra Gakumdu (Penegakkan Hukum Terpadu), harapan untuk keadilan bagi pemilih, karena biasanya hilangnya hak pilih adalah urusan pidana," katanya.
Selain itu, bentuk antisipasi yang bisa dilakukan yakni perhatian khusus aparat keamanan di daerah yang memang dinilai rawan konflik. Sehingga, dalam proses berlangsungnya pilkada, dapat diantisipasi hal-hal yang memicu terjadinya konflik.
Sumber: http://www.republika.co.id/berita/koran/politik-koran/15/10/21/nwk5ec1-perbaikan-dpt-harus-lebih-baik