POLEMIK tentang program bela negara terus mengalir. Apa pentingnya? Bagaimana pelaksanaannya? Apa tujuannya? Dari banyak pendapat, ada satu simpulan bahwa program bela negara adalah sesuatu yang penting.
Kenapa penting? Karena, program itu memiliki tujuan mulia, antara lain menumbuhkan rasa percaya diri sebagai warga negara Indonesia, berjiwa nasionalisme, optimistis, memiliki semangat gotong-royong. Intinya bagaimana agar kita bisa mereaktualisasikan nilai-nilai kebangsaan.
Nilai-nilai kebangsaan itu ada pada Pancasila dengan 36 butir pedoman pengamalannya. Mengingat tujuan yang mulia itu, persoalannya bukan pada bagaimana pelaksanannya, melainkan pada konsepnya. Pelaksanaan itu soal teknis.
Pada tataran konsep, banyak pihak mempertanyakan, bagaimana nilai-nilai Pancasila bisa ditanamkan kepada setiap warga negara, ketika banyak konstitusi sebagai instrumen berbangsa dan bernegara telah meninggalkan Pancasila? Bahkan, tak sedikit penyelenggara negara justru tidak menguasai konstruksi kebangsaan bangsa Indonesia, dengan meletakkan Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan.
Ketua MPR Zulkifli Hasan, misalnya, ketika menghadiri Milad ke-57 Universitas Muhammadiyah Solo, Jumat pekan silam, masih saja menyebutkan empat pilar kebangsaan. Dia mendukung program bela negara, karena empat pilar kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika) bisa dimasukkan sebagai materi. Padahal, Mahkamah Konstitusi pada amar putusan Nomor 100/PUU-XI/2014 telah membatalkan frasa empat pilar berbangsa dan bernegara, mengingat Pancasila sebagai dasar negara, bukan pilar.
Bukankah salah memahami konstruksi kebangsaan bisa menimbulkan kesalahan pula dalam merumuskan persoalan-persoalan bangsa ini? Ketika salah merumuskan persoalan bangsa, bagaimana mau menyusun konsep bela negara? Apakah program bela negara hanya aka terbatas pada penanaman nilai-nilai secara tekstual, tidak kontekstual?
Kalau itu yang terjadi, bukan tidak mungkin program bela negara sesungguhnya hanya dilihat sebagai proyek kegiatan. Nah, ketika bicara proyek, maka konsekuensinya adalah persoalan anggaran keuangan. Maka, jangan heran ketika kemudian banyak pihak mempersoalkan sumber keuangan program itu.
Nah, soal anggaran ini, Dirjen Potensi Pertahanan Kemenhan, Timbul Siahaan, telah memberikan klarifikasi. “Untuk sekarang ini, biaya kita yang diambil dari anggaran rutin dan plus yang lain-lainlah. Kalau anggaran rutin seperti biasa sekitar Rp9 miliar,” katanya. Plus yang lain-lain itu maksudnya apa? Ini juga menimbulkan pertanyaan.
Baiklah, kita percayakan soal penganggaran itu kepada pemerintah. Kembali ke soal konsep, apa yang telah dipersiapkan oleh pemerintah? Bagaimana agar materi yang diberikan kepada para peserta program bela negara tak sekadar tekstual, namun juga kontekstual? Jangan sampai program ini menjadi program setengah matang, ujung-ujungnya malah sia-sia belaka. Tentu, itu tidak inginkan. ( * )
Oleh Harmoko