Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan uji materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada). Dalam sidang tersebut, Pemohon Nu’man Fauzi dan Achiyanur Firmansyah selaku calon pemilih dalam Pilkada 2015 memperbaiki permohonannya.
Kuasa Hukum Pemohon Vivi Ayunita Kusumandari menuturkan, Pemohon telah memperkuat dalil permohonannya terkait permasalahan anggaran Pilkada yang mengharuskan anggaran tersebut diambil dari pos lain. Hal itu dinilai akan mengurangi anggaran dari pos strategis lain, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, dan dapat mengakibatkan terganggunya pembangunan di daerah.
“Terganggunya pembangunan di daerah akan berdampak pada berkurangnya kesejahteraan masyarakat, sehingga tujuan negara untuk mewujudkan kesejahteraan umum sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tidak dapat terwujud. Hal ini tentunya akan merugikan masyarakat dan hak konstitusional Pemohon,” paparnya dalam sidang perkara nomor 120/PUU-XIII/2015 yang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat, di Ruang Sidang MK, Jakarta, Rabu (21/10).
Meningkatnya anggaran Pilkada, menurut Pemohon, salah satunya lantaran pengaturan dana kampanye bagi pasangan calon sebagaimana diatur dalam Pasal 65 ayat (2) UU Pilkada yang berkaitan dengan Pasal 65 ayat (1) huruf d, e, dan f. Pasal tersebut menyatakan anggaran dana kampanye calon kepala daerah difasilitasi oleh KPU Daerah dengan dibiayai dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Adapun Pasal 65 ayat (1) huruf d,e, dan f menyatakan:
Kampanye dapat dilaksanakan melalui:
...
d. penyebaran bahan Kampanye kepada umum;
e. pemasangan alat peraga;
f. iklan media massa cetak dan media massa elektronik; dan/atau
Sedangkan Pasal 65 ayat (2) menyatakan:
Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f difasilitasi oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang didanai APBD.
“Meskipun adanya ketentuan Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 ini dimaksudkan agar belanja untuk kampanye lebih terkendali dan tidak belebihan, namun hal ini terbukti tidak efektif dan justru mengakibatkan pemborosan penggunaan anggaran,” imbuhnya.
Hal itu disebabkan masih banyak pasangan calon yang tetap membuat dan memasang iklan kampanye di media massa. Pemohon mencontohkan Calon Bupati Kutai Kartanegara yang kerap muncul di situs berita online.
Oleh karena itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta Pasal 65 ayat (2) sepanjang frasa “kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e, dan huruf f difasilitasi oleh KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota yang didanai APBD” tidak bertentangan dengan konstitusi sepanjang dimaknai “kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c difasilitasi oleh KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota dan didanai APBD. Sedangkan huruf d, huruf e, dan huruf f difasilitasi dan didanai sendiri oleh pasangan calon”. (Lulu Hanifah/IR)