KUPANG - Koalisi Partai Politik Penegak Demokrasi yang terdiri dari Partai Hanura, Demokrat, PAN, Nasdem, dan Golkar bersama ratusan pendukung dan simpatisan mendatangi kantor Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Senin (19/10) sore. Mereka menuntut agar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di TTU segera dihentikan.
Wilem Oki, pengurus DPD II Partai Golkar TTU menegaskan kepedulian pimpinan partai terhadap proses pelaksanaan demokrasi pilkada TTU terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang keikutsertaan calon tunggal dalam pilkada.
“Kami datang ke panwaslu untuk menyadarkan lembaga ini sebagai penyelenggara pemilu agar bisa berperan aktif dalam mengawasi tahapan pilkada yang dijalankan oleh KPU TTU,” kata Wilem, Senin (19/10) malam.
Ia menilai proses pilkada calon tunggal cacat hukum, dimana prosesnya tidak dilandasi dasar hukum yang jelas. Proses ini tentu akan mempercepat langkah seseorang untuk mendapatkan kekuasaan.
Ketua DPD PAN TTU, Miguel Atibau mengatakan kedatangan mereka ke panwaslu adalah untuk menyampaikan sikap politik parpol, sebab semua warga sudah tahu bahwa tahapan pilkada di TTU sejak 11 Agustus telah dihentikan karena hanya memiliki calon tunggal.
Menurut Miguel, putusan MK tetap dihormati apabila ada payung hukum. Anehnya, KPU begitu semangat membuka semua tahapan pilkada itu tanpa landasan hukum, karena itu panwaslu berwenang mengawasi semua tahapan. Panwaslu bekerja sesuai perannya yang diatur undang-undang dengan mengawasi setiap tahapan yang dilakukan oleh KPU.
”Putusan MK lima tahun lalu telah menyengsarakan rakyat, apakah rakyat mau menderita yang kedua kalinya oleh putusan tersebut,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua DPC Partai Demokrat TTU, Jhoni Salem menjelaskan esensi dari sikap koalisi Parpol Penegak Demokrasi yaitu untuk mengawal agar proses pilkada berjalan dengan baik, taat hukum dan taat asas.
Disampaikan, pilkada dapat menjunjung tinggi aturan hukum. KPU harus berpedoman pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), bukan surat edaran. Karena itu, KPU seharusnya membantu mensosialisasikan kepada masyarakat tentang pilkada yang demokratis.
Koalisi Partai Politik Penegak Demokrasi menilai Panwaslu TTU tidak berperan aktif di tingkat kecamatan dan desa. Padahal, banyak hal yang dilakukan KPU tidak sesuai aturan, diantaranya melakukan pleno Daftar Pemilih Sementara (DPS) tanpa pengawasan panwaslu. Hal ini akan mengakibatkan banyak persepsi mengenai kinerja KPU terkait kualitas data dan independensi.
Diketahui, TTU merupakan salah satu dari tiga kabupaten di Indonesia yang hanya memiliki satu pasangan calon tunggal. Sebagai lembaga penyelenggara pemilu, KPU memperpanjang masa pendaftaran, namun tetap hanya satu pasangan calon.
KPU memutuskan Pilkada TTU ditunda hingga 2017, namun putusan MK menghendaki daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon tetap mengikuti pilkada serentak pada 9 Desember 2015. Atas putusan itu, KPU kembali melakukan proses pilkada TTU sesuai jadwal dan aturan yang berlaku.