JAKARTA – Satu tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi)-Wakil Presiden Jusuf Kalla (Wapres JK) mendapat banyak kritikan, terutama di bidang penegakan hukum dan pemulihan ekonomi. Namun, meski banyak persoalan mengadang, duet Jokowi-JK dipercaya masih bisa melakukan perubahan signifikan dalam empat tahun ke depan. Untuk itu, Jokowi diminta tegas dan berkomitmen kuat menjalankan Nawacita seperti janji saat kampanye. Demikian benang merah pernyataan banyak tokoh terkait kinerja setahun pemerintahan kini, yang dibincangkan bersama SH secara terpisah. Di antara mereka adalah mantan Ketua DPR Akbar Tanjung, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva, Guru besar Universitas Indonesia (UI) Maswadi Rauf, mantan Ketua MK Mahfud MD. Akbar Tanjung mengatakan Jokowi-JK sudah menunjukkan upaya dan keinginan sungguh-sungguh untuk melakukan perbaikan. “Dalam setahun ini, saya melihat keinginan-keinginan untuk melakukan perbaikan sangat tampak. Presiden sudah berupaya sungguh-sungguh, terlihat dari program-program yang dilaksanakan,” tuturnya. Akbar mengatakan, kesungguhan itu terlihat dari keseriusan pembangunan infrastruktur yang bakal menggenjot pembangunan ekonomi. Bukan hanya infrastruktur di darat, pemerintah juga berupaya membangun tol laut untuk mewujudkan visi Poros Maritim. Di sisi lain, Akbar menilai sejumlah kelemahan kebijakan Jokowi adalah anjloknya nilai tukar rupiah, penurunan devisa, serta jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang meningkat. Daya beli masyarakat juga belum memperlihatkan kenaikan. Dalam perbaikan ekonomi, Jokowi-JK dinilai cukup lemah. Pemerintah belum terlihat sungguh-sungguh menjadikan hukum sebagai panglima. Bahkan tampak ada upaya untuk merevisi Undang-Undang Komisi Pemberantsan Korupsi. Ia mengatakan, masih ada waktu bagi pemerintah untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Akbar optimistis jika pemerintah teguh dan fokus mencapai Nawacita, dalam empat tahun sisa pemerintahan perubahan signifikan pasti bisa terlihat. Hal lain yang perlu dilakukan Jokowi-JK adalah menjaga kekompakan dan kesolidan kabinetnya. Hamdan Zoelva juga menegaskan, belum ada perubahan drastis untuk urusan penegakan hukum satu tahun belakangan di bawah pemerintahan Jokowi. Namun, meski belum tampak berjalan maksimal, paling tidak ada satu hal yang ia apresiasi, yakni upaya Jokowi melanggengkan pendekatan penegakan hukum yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi. “Satu tahun waktu yang masih terlalu singkat untuk menilai. Tapi kalau kebijakan, yang saya lihat tetap ada usaha menjalankan pendekatan hukum yang dikaitkan dengan pembangunan ekonomi. Itu memang harus saling mengisi,” tutur Hamdan.
Perbaiki Penegak Hukum Mahfud MD pun menitikberatkan harapan dan penilaian pada perbaikan kinerja lembaga penegak hukum. Perbaikan di berbagai bidang hanya akan berhasil jika hukum ditegakkan dan diperbaiki. “Mungkin di bidang ekonomi ada gangguan, tapi bisa diatasi dengan baik melalui paket kebijakan ekonomi dan cukup berhasil. Namun, di bidang hukum secara umum menurun,” ucap Mahfud, yang pernah menjadi Ketua Tim Pemenangan rival Jokowi-JK; Prabowo-Hatta. Ia mengakui, memperbaiki penegakan hukum memang tidak mudah. Keinginan menegakkan hukum akan berhadapan dengan lawan-lawan berat seperti para koruptor, para pejabat yang sangat pragmatis, serta lembaga penegak hukum yang tidak mau berubah. Mahfud menyarankan, pemerintah harus menerapkan pemerintahan dengan lembaga-lembaga penegak hukum yang bersih. Guru Besar UI Maswadi Rauf menilai, sejumlah hal mengalami keterbelakangan di masa pemerintahan Jokowi-JK, jika dibandingkan pemerintahan sebelumnya. “Pertama soal sepak bola. Pembinaan sepak bola di Indonesia semakin buruk. Bicara sepak bola merupakan kepentingan seluruh rakyat, bukan kepentingan instansi. Pemerintah cenderung anggap enteng permasalahan ini. Ini kebijakan presiden, bukan Kemenpora saja,” tuturnya. Kedua, persoalan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak juga belum selesai. Menurutnya, keputusan MK yang mengizinkan pilkada diikuti satu pasang calon merupakan kesalahan besar pemerintah saat ini. Usulan itu bakal mematikan demokrasi ke depannya. Ketiga, pemerintah saat ini belum tegas dalam hal pemberantasan korupsi. Terlebih digulirkannya revisi UU KPK, yang merupakan permainan anggota dewan untuk melemahkan KPK.
Tolak Intervensi Pengajar Pascasarajana Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Saafroedin Bahar mengatakan, Presiden Jokowi harus teguh menjalankan visi dan program Nawacita-nya, dan tegas menolak intervensi politik dari partai-partai politik pendukungnya. Selama ini, ia melihat Jokowi-JK masih sangat bergantung terhadap PDIP maupun Partai Nasdem. Ia berharap, pemerintah lebih fokus menyejahetarakan rakyat, ketimbang bermanufer untuk menyenangkan pemimpin-pemimpin partai yang mendukungnya. Saafaroedin menjelaskan Jokowi perlu menguasai tiga hal penting; yaitu ideologi yakni kerangka konsepsi yang menunjukkan ke mana arah negara. Kedua, organisasi yaitu lembaga yang dipimpin presiden. Pemimpin kemudian mampu memenuhi kesejahteraan rakyat. “Tapi, Jokowi belum menunjukan menguasai tiga hal ini,” ucapnya. Wakil Ketua PBNU, As'ad Ali, menilai berbeda. Dari aspek politik dan ekonomi, kedua pemimpin kini cukup mampu mengatasi dinamika yang terjadi. Namun, As'ad Ali berpesan, Presiden Jokowi perlu juga memperhatikan toleransi dalam kebebasan beragama di Indonesia. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Daoed Joesoef mengatakan, saat ini pendidikan merupakan bidang terpaling penting dan mendesak untuk dibenahi, dibandingkan bidang-bidang lain. Itu karena pendidikan berkaitan erat dengan masa depan bangsa. “Hal paling mendesak di antara kegiatan pemerintah, ya pendidikan,” ucap Daoed.
Sumber: http://www.sinarharapan.co/news/read/151020399/masih-ada-harapan-ke-depan