Acara temu wicara antara Mahkamah Konstitusi (MK) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) merupakan suatu wadah komunikasi dan penyerapan materi dasar yang sangat bermanfaat bagi pelaksanaan tugas anggota legislatif khususnya, serta anggota partai pada umumnya. Apalagi, sebagai lembaga baru, masih sedikit orang yang memahami eksistensi MK dalam tatanan lembaga yudikatif serta fungsinya sebagai suatu wadah penjaga konstitusi.
Demikian diungkapkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam sambutannya pada acara Temu Wicara MK dalam Sistem Ketatanegaraan RI dengan Fungsionaris PDIP, Jumat 16 Maret 2007, di Jakarta.
Menurut Megawati, forum ini sangat tepat bagi kader PDIP untuk menggali secara lebih dalam, dengan berdiskusi, guna memahami nilai-nilai yang terkandung dalam UUD 1945 serta menerapkannya dalam setiap tugas yang diemban.
Selain itu, lanjut putri Proklamator ini, Tugas dan fungsi MK yang terkait langsung dengan kepartaian adalah di bidang penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum. Proses pengajuan perkara perlu dipahami supaya tidak terjadi kesalahan yang pada akhirnya akan merugikan diri sendiri, jelasnya.
Sementara itu, Ketua MK Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. menganggap perlu ada temu wicara semacam ini selain sebagai upaya sosialisasi kewenangan MK, sekaligus sebagai upaya dalam menghadapi Pemilu Tahun 2009 nanti. Dari pengalaman penyelesaian sengketa Pemilu Tahun 2004, baik pihak penyelenggara pemilu maupun peserta pemilu, kami anggap keduanya tidak siap, papar Jimly.
Tambah Jimly, tujuan temu wicara ini adalah, pertama, selain untuk mengetahui mekanisme kerja di MK, Jimly berharap lembaga negara MK bisa dimanfaatkan sebagai prosedur konstitusional, sebagai jalan hukum, untuk menyelesaikan bilamana timbul perselisihan politik di antara penyelenggara dan peserta pemilu supaya konflik itu tak berkembang menjadi konflik sosial.
Kedua, salah satu yurisdiksi MK ialah memutus pembubaran partai politik. Hakikatnya, dibentuknya MK adalah untuk melindungi partai politik sebagai cermin dari kemerdekaan berserikat dari kemungkinan dibubarkan oleh penguasa. Itu sebabnya, bila ada niat membubarkan suatu partai politik, harus melalui suatu prosedur di MK, jelas Jimly.
Ketiga, terkait pengujian undang-undang. Sebagian besar perkara yang masuk ke MK adalah soal pengujian undang-undang. Sementara undang-undang adalah produk politik lembaga legislatif. Dalam praktik, hampir semua negara menghadapi persoalan antara legislator dengan judges atau justices khususnya yang terkait dengan perkara judicial review. Judicial review diputuskan oleh sedikit orang yang menjadi hakim, sedangkan legislation diputuskan oleh banyak orang yang mendapatkan legitimasi dari pemilu.
Untuk itu, Jimly menganggap perlu ada semacam dialog supaya ada saling pengertian karena, ternyata memang di hampir semua negeri yang mengembangkan tradisi baru semacam MK yang ada di Indonesia ini, selalu ada ketegangan antara legislator dengan MK. Oleh karena itu, pentingnya kegiatan temu wicara ini adalah dalam rangka konsolidasi antara para pemangku kepentingan (stakeholder), untuk menjadikan Indonesia lebih baik.
Sangat penting bagi kita untuk melakukan civic education dan constitution education. Karena tidak ada lembaga yang khusus menangani itu, maka mau tidak mau, kita bersama-sama seluruh eksponen kekuatan bangsa ini terutama partai politik, harus melakukan fungsi pendidikan politik dan pendidikan konstitusi. Semoga hal ini dapat terus menerus dikembangkan sehingga masyarakat kita semakin sadar dan mengerti atas apa yang dirumuskan dalam UUD, ujar Jimly sebelum menutup sambutannya. (Wiwik Budi Wasito)