Sebanyak 95 siswa kelas VI Sekolah Dasar (SD) Bakti Mulya 400, Pondok Indah, Jakarta Selatan berkunjung ke Pusat Sejarah Konstitusi yang berada di lantai 5 dan 6 Gedung Mahkamah Konsitusi (MK) pada Selasa (20/10) siang. Para siswa dipandu oleh Pustakawan MK, Hanindyo.
“Pusat Sejarah Konstitusi wahana edukasi yang mendokumentasikan dinamika perjalanan sejarah Konstitusi dan Mahkamah Konstitusi yang ditampilkan melalui perpaduan informasi, seni dan teknologi,” kata Hanindyo.
Hanindiyo menjelaskan, Pusat Sejarah Konstitusi terbagi dalam delapan zona. Pertama adalah Zona Pra Kemerdekaan yang mengungkapkan pegerakan perlawanan di berbagai daerah terhadap penjajah. Seperti perlawanan kaum Padri oleh Tuanku Imam Bonjol, kemudian juga di Jawa Tengah oleh Pangeran Diponegoro serta Teuku Umar dan Cut Nyak Dien di Aceh.
Berlanjut ke Zona Kemerdekaan, para siswa dan guru pendamping melihat peristiwa penting terkait persiapan kemerdekaan hingga terjadinya proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Termasuk juga menyaksikan hologram pembacaan teks proklamasi, serta mendengarkan suara asli Bung Karno saat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sedangkan pada Zona UUD 1945, mereka melihat suasana rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Selanjutnya, para siswa dan guru diajak untuk melihat Zona Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) dan Zona UUD Sementara 1950. Kemudian berlanjut ke Zona Kembali ke UUD 1945 dengan adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menandai kembalinya UUD 1945 sebagai dasar negara Republik Indonesia. Pada bagian akhir, mereka menyaksikan Zona Mahkamah Konstitusi yang menampilkan fakta sejarah munculnya gagasan pengadilan konstitusi, termasuk sejarah, tugas dan kewenangan, serta profil para Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Berbagai kesan terlontar dari para peserta kunjungan. Seorang siswa bernama Angga mengaku terkesan dengan keberadaan Pusat Sejarah Konstitusi. Bagian yang paling disukai Angga adalah peristiwa Perang Aceh di masa silam, karena Ia melihat suasana perang yang begitu dramatis. “Saya juga senang dengan suara asli Bung Karno saat pembacaan naskah Proklamasi dan suasana rapat Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI),” ujar Angga.
Sementara siswa lainnya, Salma paling terkesan dengan bentuk bangunan MK yang unik, termasuk sembilan pilar MK yang merupakan simbol dari sembilan orang Hakim Konstitusi. “Kunjungan ke MK memang menarik. Kalau diberi kesempatan, saya dan teman-teman ingin berkunjung lagi ke MK,” ucap Salma.
Sementara itu, salah seorang guru Yusman Sanjaya menilai, Pusat Sejarah Konstitusi menarik karena terdapat animasi sejarah perjuangan tokoh nasional maupun sejarah Konstitusi di Indonesia. Lebih lanjut, Wakil Kepala SD Bakti Mulya 400, Epi Apipah menyampaikan bahwa kunjungan ke MK menjadi pembelajaran berharga buat para siswa. “Di sekolah ada mata pelajaran yang membahas masalah MK dan para siswa hanya tahu dari buku saja soal MK. Tujuan kami ke sini jadi ajang belajar di luar kelas dengan sumbernya langsung dan ahli di bidangnya,” kata Epi yang didampingi Sri Lestari salah seorang guru.
Sebelum berkunjung ke Pusat Sejarah Konstitusi, para siswa yang didampingi 13 guru dan 2 orangtua siswa mendapat materi dari Pustakawan MK, Hanindyo yang menjelaskan tentang Konstitusi dan sejarah terbentuknya MK dengan cara berdiskusi santai. “Adik-adik sudah tahu arti Konstitusi? Kalau UUD 1945 sudah pernah mendengar? UUD 1945 itu sama dengan Konstitusi,” ucap Hanindyo.
“Itulah aturan dasar yang dibuat oleh para pendahulu kita. Kalau adik-adik hidup tanpa aturan tidak enak. Di sekolah ada aturan kan? Masuknya jam berapa? Pulang jam berapa?” tanya Hanindyo. Beberapa siswa pun secara spontan menjawab pertanyaan pembicara. (Nano Tresna Arfana/IR)