Bupati Kutai Barat Ismail Thomas, Ketua DPRD Kabupaten Kutai Barat Jackson John Tawi dan Ketua Presidium Dewan Adat Kabupaten Kutai Barat Yustinus Dullah, selaku Pemohon mengahadirkan dua orang saksi dalam persidangan uji materiil Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), Senin (19/10). Kedua saksi tersebut adalah warga Kabupaten Kutai Barat, yakni Tampus dan Pimpin. Kesaksian keduanya kemudian menguatkan dalil Pemohon yang menyatakan Lampiran CC angka 5 Sub Urusan Ketenagalistrikan UU Pemda (Pemda) telah menghapuskan kewenangan kabupaten/kota, khususnya Kabupaten Kutai Barat untuk menyelesaikan persoalan listrik yang dialami warganya.
Memberikan kesaksian dengan dipandu oleh Jannes Halomoan Silitonga selaku kuasa hukum Pemohon, Tampus mengaku belum menikmati kemewahan fasilitas listrik di rumahnya meski Ia sudah memohon pemasangan instalasi listrik ke Perusahaan Listrik Negara (PLN) sejak 2013 lalu. Bahkan, tetangganya yang sudah mendaftar lebih dulu pun juga belum mendapat sambungan listrik dari PLN. Karena ketiadaan sambungan listrik ke rumahnya, maka Tampus dan keluarga hanya menggunakan lampu minyak untuk penerangan di saat hari sudah mulai gelap.
Di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin langsung oleh Ketua MK Arief Hidayat, Tampus kembali menjawab berbagai pertanyaan yang dilayangkan oleh kuasa hukum Pemohon. Pertanyaan lain yang dijawab oleh Tampus yakni mengenai keadaan fasilitas listrik ruang-ruang publik di Kabupaten Kutai Barat. Tampus menceritakan, saat Ia mengunjungi keluarga yang tengah dirawat di Rumah Sakit Besar Kutai Barat, keadaan sambungan listrik di rumah sakit tersebut kerap tidak stabil. “Di RS Besar Kutai Barat listrik sering mati hidup, Pak,” ungkap Tampus, di Ruang Sidang MK.
Hal serupa juga disampaikan saksi berikutnya, Pimpin. Meski Pimpin dan keluarga sudah menikmati sambungan listrik sejak 1996, namun Pimpin merasa tidak puas dengan sambungan listrik yang diberikan PLN. Sebab, lanjut Pimpin, sambungan listrik di rumahnya kerap terputus dan bahkan hampir setiap hari listrik di rumahnya padam. Dengan kondisi sambungan listrik yang demikian, Pimpin mengaku mengalami kerugian besar, terutama kerugian berupa rusaknya barang-barang elektronik.
“Dari sekian tahun itu, saya mengalami banyak kerugian untuk barang elektronik, terutama televisi, Pak. Ada empat televisi yang sudah rusak. Kalau barang lain saya tidak punya, seperti kulkas, hanya televisi dan kipas angin,” ungkap Pimpin saat ditanya oleh Jannes.
Jawaban serupa juga disampaikan Pimpin saat Arief Hidayat menanyakan waktu pemadaman listrik di tempat tinggalnya, Kecamatan Sekolaq Darat, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. “Siang maupun malam sama, Pak. Pasti ada yang mati,” ujar Pimpin sembari mengatakan kondisi serupa terjadi di seluruh wilayah kota.
Setelah Pimpin memberikan kesaksian, Majelis Hakim kemudian mengetahui bahwa pembangit listrik yang digunakan di sebagian besar wilayah Kabupaten Kutai Barat adalah Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). PLTD itulah satu-satunya pembangkit listrik yang mampu menghasilkan listrik untuk seluruh wilayah di Kabupaten Kutai Barat. Padahal, menurut pengakuan Pimpin, di Kabupaten Kutai Barat banyak dijumpai batubara.
Masih menurut pengakuan Pimpin, saat awal-awal mendapat aliran listrik di tahun 1996, Ia tidak sering mengalami pemadaman aliran listrik, sebab pengguna listrik saat itu belum banyak. “Setelah menjelang tahun 2000 ke atas, nah di sini mulai terasa sudah,” tukas Pimpin.
Sidang kali ini merupakan sidang pemeriksaan terakhir. Oleh karena itu, Arief Hidayat mengingatkan para pihak untuk menyerahkan kesimpulan masing-masing. “Pemohon dan Pemerintah tinggal menyampaikan kesimpulan yang paling lambat diserahkan kepada Mahkamah lewat Kepaniteraan MK pada Selasa, 27 Oktober Tahun 2015, Pukul 14.00 WIB. Kemudian keterangan ahlinya (keterangan tertulis dari ahli Pemerintah yang berhalangan hadir, red) juga bisa diserahkan sebelum itu,” tutup Arief Hidayat. (Yusti NA/IR)