Lima belas orang yang tergabung dalam Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI) perbaiki gugatan terhadap Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kuasa hukum Pemohon, Syuratman Usman menyampaikan pokok-pokok perbaikan permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 117/PUU-XIII/2015 di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul, Senin (19/10) di Ruang Sidang Panel Mahkamah Konstitusi (MK).
Memulai sidang, Manahan mengingatkan Pemohon bahwa pada sidang sebelumnya Majelis sudah memberikan petunjuk maupun saran yang dapat digunakan untuk memperbaiki permohonan. Oleh karena itu, Manahan menanyakan poin-poin apa saja yang sudah diperbaiki oleh Pemohon.
Menjawab pertanyaan tersebut, Syuratman menyampaikan bahwa Pemohon terlah mempertajam argumentasi yang dipakai untuk mengajukan permohonan ini. Selain itu, Pemohon juga memperbaiki petitum permohonan sehingga redaksi yang dipakai sesuai dengan esensi permintaan Pemohon. Meski demikian, PPUI selaku Pemohon tetap mendalilkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 30 ayat (2) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan telah menyebabkan timbulnya praktek monopoli, oligopoli, dan kartel oleh para pengusaha besar.
Sebelumnya, Pasal 2 ayat (1) UU a quo mengatur bahwa peternakan dan kesehatan hewan dapat diselenggarakan di seluruh wilayah NKRI dan dapat dilaksanakan secara tersendiri dan/atau melalui integrasi dengan budi daya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan, atau bidang lainnya yang terkait. Frasa terakhir dalam pasal tersebutlah yang dianggap pada ujungnya dapat menimbulkan praktek monopoli, oligopoli, dan kartel terjadi.
Selain itu, Pasal 2 ayat (1) UU a quo juga didalilkan oleh Pemohon bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Pemohon berargumentasi, frasa “atau bidang lainnya yang terkait” telah menimbulkan ketidakpastian dalam bidang usaha peternakan. Dengan adanya frasa tersebut, Pemohon menganggap frasa tersebut dapat ditafsirkan beragam oleh para pelaku usaha budi daya peternakan.
Memperkuat dalil permohonannya tersebut, Pemohon menambahkan argumentasi bahwa para Penanam Modal Asing (PMA) maupun Penanam Modal Dalam Negeri (PMDM) saat ini tidak hanya melakukan usaha sebagai produsen anak ayam (penetasan anak ayam, red) dan produsen pakan ternak, melainkan telah merambah juga sebagai pembudidaya unggas.
“Sekarang ini mereka bermain di semua lini dari hulu sampai hilir. Bahkan pasar pun itu dikuasai oleh mereka, sehingga peternak-peternak kita, peternak mandiri rakyat ini jadi mati atau jadi kuli di tanahnya sendiri. Padahal daya serap dan semangat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 kita memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi rakyat kita untuk membudidayakan itu secara mandiri,” ungkap Syuratman.
Selain itu, Pemohon juga mempertegas permintaannya kepada Mahkamah. Dalam petitum yang sudah diperbaiki, Pemohon meminta Mahkamah untuk menyatakan Pasal 2 ayat (1) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan inkonstitusional bersyarat apabila ditafsirkan integrasi yang dimaksud mengadung dampak monopoli pengusaha peternakan nasional. Pemohon juga meminta Mahkamah menyatakan Pasal 30 ayat (2) UU yang sama dinyatakan inkonstitusional bersyarat apabila ditafsirkan kerja sama yang dimaksud mengandung dampak monopoli pengusaha peternakan nasional.
Usai mendengar penjelasan Pemohon, Manahan menyampaikan akan membawa hasil sidang kali ini ke Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). Hasil rapat nantinya akan memutuskan apakah perkara ini akan bisa dilanjutkan atau tidak. Hasil rapat akan diberitahukan kepada Pemohon melalui Kepaniteraan MK. Sebelum menutup sidang, Manahan mengesahkan 6 bukti yang diajukan Pemohon. (Yusti Nurul Agustin)