Sebanyak 104 pelajar dari Madrasah Tsanawiyah (MTs) Al-Hamidiyah Depok mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (15/10). Kedatangan rombongan para pelajar kelas IX tersebut kemudian disambut oleh Kepala Bidang Penelitian, Pengkajian Perkara dan Perpustakaan MK, Wiryanto yang kemudian menjelaskan sejarah terbentuknya MK di Indonesia.
Menurut Wiryanto, kelahiran MK diawali dengan diadopsinya ide Constitutional Court dalam amandemen UUD 1945 yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001. Hingga akhirnya, kata Wiyanto, MK secara resmi dibentuk pada 13 Agustus 2003 dengan disahkannya UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK.
Wiryanto menerangkan, berdasarkan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945, MK adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman. Kemudian berdasarkan Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2), MK mempunyai kewenangan untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar (UUD). Menurut Wiryanto, alasan adanya kewenangan pengujian Undang-Undang dikarenakan sebelumnya masih belum ada lembaga yang mempunyai kewenangan itu dan untuk menjamin hak-hak konstitusional warga negara.
“Karena sebelumnya tidak ada satu pun lembaga yang dapat melakukan pengujian Undang-Undang yang bertentangan dengan UUD. Untuk itu dibentuklah MK agar hak konstitusional warga negara terjamin,” terang Wiryanto.
Kewenangan MK berikutnya, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD. “Sebab dimungkinkan terjadi gesekan, benturan kepentingan antara satu lembaga negara dengan lembaga negara yang lain. Kalau terjadi benturan seperti itu, yang berwenang mengadili adalah Mahkamah Konstitusi,” imbuh Wiryanto.
Selain itu, MK juga berwenang memutus pembubaran partai politik. Menurut Wiryanto, dengan adanya MK, maka pembubaran partai politik tidak bisa dilakukan secara sewenang-wenang, namun harus melalui proses hukum. Berikutnya, MK berwenang memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. “Tahun 2004, 2009 dan 2014 MK telah menyelesaikan perkara-perkara sengketa pemilu. Termasuk penyelesaian sengketa hasil Pemilukada, MK juga turut berperan mengadili,” kata Wiryanto.
Kemudian yang tak kalah penting, ungkap Wiryanto, MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
Usai penyampaian materi, para pelajar sekaligus guru pendamping berkesempatan mengunjungi Sinema Konstitusi untuk menyaksikan film dokumentasi sejarah Konstitusi di Indonesia. Pada kesempatan itu, berbagai kesan terlontar dari beberapa pelajar, di antaranya adalah Puteri yang mengaku terkesan dengan keramahan pembicara MK dan menurutnya materi yang disampaikan begitu bermanfaat. Sementara Andini mengatakan senang bisa berkunjung ke MK karena kunjungan ini merupakan pengalaman pertamanya melihat langsung lembaga peradilan.
Sementara Sinta Wahyuning Sri selaku Kepala MTs Al-Hamidiyah Depok berharap, dengan adanya kunjungan ini, para pelajar dapat mengenal langsung MK dan mendapatkan pendidikan kewarganegaraan. “Harapan dan tujuan kami berkunjung ke sini, para siswa dapat mengenal langsung MK dan mendapatkan pendidikan Kewarganegaraan dari berbagai informasi di MK,” kata Sinta sembari mendampingi para pelajar. (Nano Tresna Arfana/IR)