TANGERANG, indopos.co.id – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yakin Presiden Joko Widodo (Jokowi) 'On The track' (tak keluar jalur) pada konstitusi. Oleh sebab itu, selaku partai pengusung utama orang nomor satu di Indonesia itu tak main-main soal usulan revisi Undang-undang (UU) No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masuk Prolegnas Prioritas 2015. Pernyataan itu. Dilayangkan Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP)DPP partai moncong putih, Hamka Haq.
“Terkait langkah yang akan diambil Pak presiden menyikapi usulan revisi UU KPK, PDIP yakin, yang jelas presiden tidak mungkin keluar dari konstitusi,” ungkap Hamka Haq yang juga anggota MPR RI usai memberi materi Sosialisasi 4 Pilar Kenegaraan MPR RI dengan metode outbond kepada mahasiswa dari universitas se-DKI Jakarta di Hotel Imperial Aryaduta, Karawaci, Tangerang, (11/10).
Dia mengaku, revisi UU 30/2002 tentang KPK bertujuan mengembalikan tugas dan fungsi Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung (MA) dan lembaga antirasuah itu sendiri sesuai konstitusi.
Anggota Komisi VIII DPR RI itu menguraikan, menurut konstitusi, kasus korupsi ditangani oleh Polri, Kejaksaan dan Mahkamah Agung (MA). Hal ini tak bisa dibantah meski lembaga-lembaga itu dinilainya masih lemah.
“Memang sepanjang polisi dan jaksa masih lemah, KPK harus ada. Tapi bukan berarti KPK bisa dipermanenkan dan juga bisa berbuat diluar kewenangannya,” imbuh Hamka.
Untuk itu politisi berbadan kurus itu, negara harus segera memperkuat Polri dan Kejaksaan. “KPK sudah menyelesaikan tugasnya, saatnya beri kembali ruang untuk Polri dan Kejaksaan,” tandasnya.
Sementara, Deding Ishak politisi asal Partai Golkar mengatakan, fraksi partai berlambang pohon beringin di DPR RI sebenernya masih belum bersikap mengenai polimik revisi UU KPK.
“Belum, Golkar itu belum bersikap. Nanti kita lihat dulu urgensinya gimana. Tapi harus dipahami bahwa tidak ada maksud dari DPR untuk melakukan pelemahan pada KPK. Kita lihat pemerintah dulu baru kita respon,” ujarnya yang juga sebagai pemeteri dalam acara MPR RI di Hotel Aryaduta, Karawaci, Tangerang, Minggu (11/10)
Deding mengaku, revisi UU antirasuah itu masih dilihat pasal mana yang melemahkan. Yang jelas, revisi tersebut tidak membuat KPK menjadi bertindak melampaui batasnya.
“Bisa saja nanti dibentuk dewan pengawas. Bukan dari pemerintah juga bukan dari DPR, tapi benar-benar orang yang kredibel. Sekarang ini DPR dalam tahap melihat, menelaah, merespon usulan masing-masing fraksi dan kemudian akan ditemukan titik temunya,” imbuhnya.
Secara pribadi dia mengaku, ada beberapa pasal yang memang harus dirubah, lantaran diirinya tidak setuju. Misalnya, pasal penyadapan. “Jadi kalau ada yang cenderung seolah-olah ingin melemahkan KPK, saya mau mengajak temen-temen melihatnya secara jernih. Seperti soal penyadapan, bukan penyadapannya yang dihilangkan, tapi bagaimana caranya, tentu itu harus ada izin pengadilan. Dan apa saja yg di sadap, tentu bukan semuanya kan. Intinya tetap dalam konteks penegakan hukum sekaligus penghormatan terhadap HAM (hak asasi manusia, red) yang merupakan amanah dari UUD '45. Karna setiap orang punya hak privasinya,” papar anggota Komis VIII DPR RI itu.
Dalam kesempatan itu juga Deding menyatakan, dirinya sepakat dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang mengatakan tak perlu ada pembatasan usia KPK.
“Saya sepakat dengan Pak JK, bahwa kita tidak perlu membatasi. Misalkan, dalam revisi itu usia KPK hanya12 tahun setelah disahkannya UU, itu tak perlu. Jadi nanti tunggu saja dengan sendirinya KPK pasti mundur secara teratur,” ucapnya. (aen)