JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya angkat bicara soal keputusan mengenai calon tunggal pada pilkada serentak 2015. MK mengklaim keputusan itu diambil berdasarkan pertimbangan yang matang dan tepat.
Ketua MK Arief Hidayat mengatakan, keputusan mengenai calon tunggal yang dapat mengikuti pilkada serentak sudah tepat. Keputusan yang diambil melalui pertimbangan sembilan hakim konstitusi itu untuk menghindari kekosongan hukum. "Jangan sampai ada kekosongan hukum," kata Arief, akhir pekan lalu.
Arief menjelaskan, bila terjadi kekosongan hukum, akan berakibat pada tidak dapat diselenggarakannya pilkada. Menurut dia, pilkada merupakan kedaulatan rakyat. "Kalau pilkada tidak diselenggarakan maka mengancam kedaulatan dan hak rakyat," ujar Arief.
MK berpandangan bahwa pemilihan kepala daerah adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih kepala daerah secara langsung dan demokratis. Untuk itu, lanjut Arief, pemilihan kepala daerah haruslah menjamin terwujudnya kekuasaan tertinggi di tangan rakyat.
"Penyelenggara pilkada harus menjamin tersedianya ruang bagi rakyat yang mencakup hak untuk dipilih dan memilih. Maka, pemilihan dalam kontestasi yang demokratis tidak boleh ditiadakan," kata Arief.
Dalam pertimbangannya, lanjut Arief, hakim menilai rumusan dalam norma Undang-Undang Pilkada secara sistematis menunjukkan bahwa pembentuk undang-undang menginginkan kontestasi berlangsung dengan setidaknya ada lebih dari satu pasangan calon. Namun, semangat kontestasi tersebut tidak disertai solusi saat terjadi kondisi hanya ada satu pasangan calon.
"Oleh karena itu, kita putuskan dan memberikan solusi untuk tetap menjalankan pilkada walau hanya satu pasangan calon," ujarnya.
Arief menambahkan, MK juga tidak bisa membiarkan pelanggaran hak konstitusional rakyat. MK, lanjut Arief, tidak akan membiarkan norma yang tidak sesuai undang-undang, apalagi bila tersangkut dalam kedaulatan rakyat yang berdampak gangguan pada pemerintahan daerah.
MK memutuskan daerah yang hanya memunyai satu pasangan calon kepala daerah dapat mengikuti pilkada serentak Desember 2015, Selasa (29/9). MK berpandangan, pemilihan kepala daerah wujud dari pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam hal memilih dan dipilih. Jadi, harus ada jaminan pilkada harus terselenggara.
MK beralasan, ketentuan pada Undang-Undang Nomor 8/2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang mensyaratkan pemilihan kepala daerah harus diikuti lebih dari satu pasangan calon. Apabila syarat tersebut tidak terpenuhi, pilkada berpotensi ditunda atau gagal terselenggara. Hal itu tentunya merugikan hak konstitusional warga untuk memilih dan dipilih.
Sementara itu, pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar menilai, putusan MK yang memperbolehkan daerah dengan calon tunggal mengikuti pemilihan kepala daerah tidak solutif jika tidak berlaku surut. Sebab, jika tidak berlaku surut, putusan MK tidak membatalkan penundaan pilkada di tiga daerah dengan calon tunggal.
Menurut Zainal, bisa saja putusan MK berlaku surut. Namun, ia tidak tahu MK memutuskan dengan cara apa. Karena, jika diputus surut, hal itu akan berguna untuk pilkada calon tunggal. "Kalau MK putuskan berlaku ke depan, ya artinya tidak solutif, tidak selesaikan problem yang kita tahu," kata Zainal.
Zainal mencontohkan kondisi yang memungkinkan putusan MK berlaku surut atau memengaruhi tindakan hukum yang dilakukan sebelum putusan itu terbit. Yaitu, putusan yang berkaitan dengan pengujian pasal hukuman mati.
"Misalnya gini, ada orang dihukum mati, dia uji pasal hukuman mati, MK batalkan. Kalau tidak berlaku surut, ya percuma, dia tetap dihukum mati," ujarnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan memperbolehkan daerah dengan calon tunggal untuk tetap melaksanakan pilkada serentak.
Sumber: http://www.republika.co.id/berita/koran/politik-koran/15/10/05/nvqoua1-mk-hindari-kekosongan-hukum