Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menolak dihapuskannya aturan tentang tidak wajibnya membuktikan tindak pidana asal dalam penyidikan tindak pidana pencucian uang seperti yang tercantum dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU). Kepala PPATK Muhammad Yusuf menegaskan apabila ketentuan tersebut dihapuskan, akan mengakibatkant perbuatan tindak pidana pencucian uang tidak dapat diproses di pengadilan. Muhammad Yusuf hadir sebagai Pihak Terkait pada sidang pengujian UU TPPU, Senin (5/10) di Ruang Sidang Pleno MK. Perkara yang teregistrasi dengan Nomor 90/PUU-XIII/2015 ini dimohonkan oleh Komisaris PT Panca Lomba Makmur R.J. Soehandoyo.
Dikatakan Yusuf, keberadaan Pasal 69 Undang-Undang TPPU adalah mutlak. Ketiadaan Pasal 69 Undang-Undang TPPU, lanjutnya, akan berdampak pada hilangnya independensi tindak pidana pencucian uang sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri. Hal ini akan mengakibatkan proses penegakkan hukum terhadap tindak pidana pencucian uang akan sangat tergantung pada pembuktian tindak pidana asalnya. Jika perbuatan tindak pidana asalnya tidak terbukt, maka perbuatan tindak pidana pencucian uang tidak dapat dilakukan proses pengadilan hukum.
“Hal tersebut akan sangat menguntungkan pelaku tindak pidana asal, di mana hasil tindak pidana yang berhasil disembunyikan atau disamarkan asal-usulnya tidak dapat dilakukan proses penegakkan hukum. Termasuk upaya pemblokiran, penyitaan, perampasan harta tersebut hanya semata-mata alasan bahwa tindak pidana asalnya belum dibuktikan,” terangnya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman.
Selain itu, lanjut Yusuf, ketiadaan Pasal 69 UU TPPU sebagaimana yang dimohonkan oleh Pihak Pemohon akan sangat berdampak pada tidak optimalnya penerapan paradigma baru penegakan hukum tindak pidana pencucian uang, yaitu pendekatan follow the money atau mengikuti aliran dana. Sebagaimana diketahui, terangnya, pengungkapan perkara tindak pidana pencucian uang sering kali diawali dari penelusuran harta kekayaan yang diduga atau diketahui berasal dari hasil kejahatan. Apabila unsur tindak pidana pencucian uang telah terpenuhi termasuk adanya sangkaan atau dugaan harta kekayaan berasal dari tindak pidana asal, maka terhadap harta kekayaan tersebut dilakukan pemblokiran.
“Dengan demikian, apabila di dalam proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana pencucian uang wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya, maka harta kekayaan yang diduga atau diketahui dari hasil kejahatan tersebut akan sangat cepat dialihkan oleh pelaku untuk disembunyikan atau disamarkan sebelum aparat penegak hukum dapat melakukan proses penegakan hukum tindak pidana asalnya,” terangnya.
Oleh karena itu, Pasal 69 UU TPPU dibutuhkan untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Dalam penerapan Pasal 69 UU TPPU, jelasnya, sudah seyogianya aparat penegak hukum yang menangani dugaan harta hasil perolehan kejahatan harus menelusuri harta tersebut berasal atau patut diduga dari tindak pidana kejahatan.
Menanggapi keterangan tersebut, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mempertanyakan potensi pemidanaan terhadap lembaga sosial yang menerima uang yang diduga sebagai hasil tindak pidana pencucian uang. “Donasi dari hasil kejahatan, keuangan itu apakah serta-merta juga dia dianggap ada unsur mens rea? Karena ini tentu bisa dipidana,” tanyanya.
Menjawab hal tersebut, Yusuf menjelaskan tidak serta-merta penerima uang hasil tindak pidana pencucian uang akan dipidana. Pemidanaan dapat dilakukan apabila si penerima mengetahui bahwa uang tersebut merupakan uang hasil tindak pidana pencucian uang seperti yang tercantum dalam Pasal 5 ayat 1 UU TPPU. “Cukup dia tahu tindak kejahatan, maka dia kena,” ujarnya.
Soehandoyo merupakan tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana pencucian uang yang merasa dirugikan dengan ketentuan Pasal 69 UU TPPU. Pasal tersebut menyatakan “Untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana Pencucian Uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya”.
Pemohon mendalilkan, logika hukum tindak pidana pencucian uang dalam Pasal 69 UU TPPU bertentangan dengan UUD 1945. Pemohon ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana pencucian uang. Dalam perusahaan tersebut telah terjadi penggelapan dalam jabatannya yang dilakukan oleh Direktur dan Manajer Keuangan PT Panca Logam Makmur serta keduanya telah dijatuh hukuman pidana penjara selama 3 tahun. Kemudian, Pemohon selaku komisaris mengundang para pemegang saham untuk mengadakan rapat umum pemegang saham (RUPS) untuk memilih direksi baru karena masalah tersebut. Namun, RUPS tidak dapat dilaksanakan karena ada salah satu pemegang saham mayoritas yang tidak hadir. Tanpa sepengetahuan Pemohon, pemegang saham yang lain telah melakukan RUPS dan telah menetapkan pergantian pengurus perusahaan.
Terhadap kejadian ini Pemohon selaku komisaris dan pengurus sementara demi menyelamatkan asset perusahaan, memindahbukukan dana perusahaan yang telah digelapkan direktur dan manajer keuangan terdahulu yang ada di rekening manajer keuangan tersebut ke rekening P.T. Panca Logam Makmur. Akan tetapi, tindakan tersebut justru menjadi dasar Pemohon menjadi tersangka. (Lulu Anjarsari/IR)