Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji materiil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI), pada Rabu (30/9) siang. Hadir dalam persidangan, Pemohon Prinsipal Muhammad Hafidz, dkk selaku para pekerja yang kemudian menyampaikan pokok-pokok permohonannya.
Pemohon memaparkan, Pasal 171 UU Ketenagakerjaan dan Pasal 82 UU PPHI mengatur bahwa pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK), dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak tanggal dilakukan PHK. Adanya tenggang waktu 1 (satu) tahun untuk mengajukan gugatan PHK menurut Pemohon berpotensi tidak dapat dilaksanakan karena terdapat beberapa permasalahan dalam praktiknya.
“Bagaimana jika pekerja yang diduga melakukan tindak pidana dinyatakan bersalah atau tidak bersalah oleh pengadilan pidana yang putusannya baru memperoleh kekuatan hukum tetap setelah lebih dari 1 tahun sejak diputuskan hubungan kerjanya, sedangkan upaya hukum melalui PHI sebagai lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial telah tertutup oleh ketentuan Pasal 171 Undang-Undang Ketenagakerjaan,” kata Hafidz sebagai salah satu Pemohon dalam perkara yang terdaftar dengan nomor 114/PUU-XIII/2015 tersebut.
Hafidz menambahkan, apabila pekerja di-PHK dan tidak mengajukan gugatan atas PHK tersebut dalam waktu waktu 1 (satu) tahun sejak diberitahukan maka pekerja akan kehilangan hak-haknya sebagaimana yang dijamin perundang-undangan yang berlaku, antara lain berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak. Hal demikian menurut Pemohon telah menghilangkan jaminan perlindungan hukum bagi Pemohon.
“Pengaturan pembatasan waktu dengan alasan PHK berdasarkan Pasal 160 ayat (3) dan Pasal 162 dalam Pasal 171 Undang-Undang Ketenagakerjaan telah tidak memberikan jaminan perlindungan serta kepastian hukum,” ujar Hafidz, di Ruang Sidang Pleno MK.
Untuk itu, Pemohon meminta kepada Majelis Hakim agar Pasal 171 UU Ketenagakerjaan dan Pasal 82 UU PPHI dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Suhartoyo menasihati Pemohon untuk memperbaiki petitum permohonannya. “Mestinya Anda tidak serta merta meminta pasal yang diuji disikat habis. Bagaimana kalau Anda perhalus, pasal tetap berlaku, tetapi dikaitkan dengan pidana itu, sejak ada putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap,” ucap Suhartoyo.
Nasihat yang sama juga disampaikan oleh Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Patrialis menilai, petitum permohonan Pemohon mesti diperbaiki, meski secara keseluruhan sistematika permohonan Pemohon sudah bagus. “Saya kira sebaiknya Pemohon menunggu sampai ada putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap. Misalnya cukup sampai putusan pengadilan tingkat pertama, supaya cepat. Tidak usah menunggu sampai PK bahkan Kasasi, terlalu lama Anda mendapatkan hak-hak Anda,” urai Patrialis. (Nano Tresna Arfana/IR)