Komisi III DPR: Putusan MK soal MD3 Picu Stabilitas Politik
Rabu, 30 September 2015
| 08:56 WIB
Ketua Komisi III Azis Syamsuddin saat melakukan rapat dengar pendapat dengan KPK dan BNN, di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 15 Sepetember 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Hukum (III) DPR Azis Syamsuddin menilai putusan judicial review Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 245 Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) tidak menghambat penegakan hukum. Aziz menyebut putusan ini bisa memicu stabilitas politik.
Azis menganggap putusan MK tersebut memperkuat proses penanganan perkara yang menjerat anggota dewan. Persetujuan presiden dibutuhkan oleh penyidik yang hendak memeriksa anggota dewan semata-mata untuk memastikan penanganan hukum didasari oleh materi dan alat bukti yang kuat. Penanganan kasus hukum yang diduga melibatkan anggota dewan, jika tanpa didasari bukti yang kuat, bisa mengganggu kondisi politik negeri. Apalagi jika anggota dewan itu adalah tokoh penting partai.
"Justru putusan MK ini untuk mencegah oknum hukum yang bermain, di mana memanggil saksi, tersangka yang tidak ada dasar hukum yang jelas. Sehingga pemerintah dengan ini mempunyai alat untuk stabilitas politik," kata Azis di Gedung DPR, Rabu (23/9).
Azis pun menepis anggapan putusan MK bakal mempertebal imunitas anggota dewan dari jeratan perkara. Politisi Golkar itu menilai putusan MK sejalan dengan semangat Presiden Joko Widodo yang menghendaki aparat penegak hukum tidak menjadikan pejabat sebagai mesin ATM.
"Bahwa di sini artinya tidak ada boleh oknum yang bermain. Demikian sebaliknya, tidak ada pejabat yang kebal hukum," kata Aziz.
Anggota Komisi III Masinton Pasaribu menilai presiden harus segera menyiapkan mekanisme administrasi dan berkoordinasi dengan Kesekretariatan Negara agar surat masuk untuk meminta izin pemeriksaan terhadap anggota dewan bisa ditanggapi dengan cepat.
Pasalnya, kata Masinton, putusan MK yang mengharuskan penyidik meminta izin presiden untuk menangani kasus anggota dewan tak dipungkiri bakal memperpanjang rentang prosedur penanganan perkara.
"Jadi jangan sampai presiden yang menjadi sasaran tembak, disalahkan karena proses administrasi yang panjang. Presiden harus merespons cepat," kata Masinton.
Bagaimanapun, politisi PDIP itu berpendapat dalam hal ini penyidik aparat penegak hukum masih punya kesempatan untuk menindak langsung anggota dewan bermasalah tanpa harus terlebih dulu minta izin. Hal itu dilakukan dengan catatatan penanganan perkara dilakukan dalam operasi tangkap tangan.
"Karena saya lihat ini sebenarnya tidak berlaku untuk OTT yang biasa dilakukan KPK atau pidana khusus lainnya yang sifatnya tangkap tangan," kata Masinton.