Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh pakar komunikasi politik Effendi Gazali. MK memutuskan penundaan dan tidak dilaksanakannya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak hanya karena tidak terpenuhinya syarat dua calon kepala daerah dan wakilnya telah bertentangan dengan semangat Undang-undang Dasar 1945.
"Demi menjamin terpenuhinya hak konstitusi warga negara, Pilkada harus tetap dilaksanakan meskipun hanya dengan terdapat satu pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah meski telah diusahakan dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan paling sedikit dua pasangan calon," ujar Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (29/9).
MK menyatakan, manifestasi kontestasi Pilkada lebih tepat dipadankan dengan pemungutan dengan cara "setuju atau "tidak setuju" dalam surat suara yang didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan rakyat untuk menentukan pilihan.
Mekanisme tersebut akan menetepakan kepala daerah terpilih bila suara terbanyak adalah "setuju". Sedangkann apabila pilihan "tidak setuju" memperoleh suara terbanyak, maka pemilihan ditunda sampai Pilkada serentak berikutnya.
MK menilai, mekanisme tersebut dinilai tidak bertentangan dengan konstitusi. Sebab, bila nantinya Pilkada harus dilaksanakan pada periode selanjutnya, pada dasarnya penundaan tersebut merupakan keputusan rakyat melalui pemberian suara "tidak setuju" tersebut.
Lebih lanjut, MK menilai mekanisme tersebut lebih demokratis dibandingkan dengan menyatakan menang secara aklamasi tanpa meminta pendapat pemilih jika calon tidak memiliki pesaing.
"Amanat konstitusi yang menuntut pemenuhan hak konstitusional warga negara, dalam hal ini hak untuk dipilih dan memilih secara demokratis dapat diwujudkan," ujarnya.
MK juga menyatakan, berdasarkan ketentuan Pasal 49 ayat 9 UU No. 8 Tahun 2015, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan membuka kembali pendaftaran peserta Pilkada paling lama tiga hari setalah penundaan Pilkada diputuskan.
Selain itu, untuk mencegah kesimpangsiuran penafsiran dan implemntasi di lapangan, MK menjelaskan pelaksanaan mekanisme dengan Pilkada yang hanya di ikuti oleh satu pasangan calon hanya bisa dilakukan setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh, sesuai dengan ketentuan Pasal 49 ayat 1 samapi dengan 9 UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Sebelumnya, Effendi Gazali menggugat Pasal 49 ayat 8 dan 9, Pasal 50 ayat 8 dan 9, Pasal 51 ayat 2, Pasal 52 ayat 2, Pasal 54 ayat 4, 5 dan 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota ke MK. Pasal-pasal tersebut dianggap bertentangan dengan UUD 1945 karena dinilai telah menghambat rakyat menyampaikan hak konstitusionalnya.
Sumber: http://www.cnnindonesia.com/politik/20150929171523-32-81643/mk-penundaan-pilkada-bertentangan-dengan-konstitusi/