Jakarta, CNN Indonesia -- Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan mendukung keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan uji materi soal calon tunggal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. MK memperbolehkan daerah dengan calon tunggal untuk melaksanakan pemilihan kepala daerah serentak periode pertama pada Desember 2015.
Politisi yang akrab disapa Pram itu menilai jika di suatu daerah calonnya tunggal maka sebaiknya dicarikan jalan keluar untuk mencegah adanya kekosongan terlalu lama. Contohnya dengan diadakan jajak pendapat kepada masyarakat. Menurut dia, seorang pelaksana tugas (Plt) tidak memiliki kekuasaan untuk mengusulkan, mengubah, menambah, maupun mengurangi anggaran.
"Dan itu terjadi kevakuman di daerah. Maka tentunya pemerintah dalam hal ini mengapresiasi apa yang menjadi keputusan MK. Ada jalan keluarnya," ujar Pram di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (29/9).
Kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu berharap ke depannya keputusan MK ini bisa ditindaklanjuti dalam sebuah peraturan sehingga tidak ada dari 269 kota/kabupaten maupun provinsi yang kosong pemimpinnya.
"Jadi sekali lagi, mudah-mudahan di Blitar, Timor Tengah Utara, dan Tasikmalaya itu bisa segera, rakyat setempat, apakah itu dibuat seperti pemilihan kades dengan bumbung kosong, itu akan diatur lebih lanjut oleh KPU (Komisi Pemililhan Umum)," kata dia.
Pakar komunikasi politik Effendi Gazali dan Yayan Sakti Suryandaru mengajukan permohonan uji materi Pasal 49 ayat (8) dan ayat (9), Pasal 50 ayat (8) dan ayat (9), Pasal 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (2), Pasal 54 ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Dalam permohonannya menyebutkan bahwa pemohon merasa hak konstitusional pemilih dirugikan apabila pemilihan kepala daerah serentak di suatu daerah mengalami penundaan hingga 2017. Alasannya UU Pilkada mengatur bahwa syarat minimal pelaksanaan pilkada harus diikuti oleh dua pasangan calon kepala daerah.
Walhasil, MK mengabulkan permohonan tersebut. Dalam pertimbangannya para hakim konstitusi menilai bahwa undang-undang mengamanatkan pilkada sebagai pelaksanaan kedaulatan rakyat untuk memilih kepala daerah secara langsung dan demokratis. Dengan begitu pemilihan kepala daerah harus menjamin terwujudnya kekuasan tertinggi di tangan rakyat.
MK juga menimbang perumusan norma Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 yang mengharuskan adanya lebih dari satu pasangan calon tidak memberikan solusi. Hal itu berakibat adanya kekosongan hukum dan berbuntut pilkada tidak dapat diselenggarakan.
Tiga daerah yang hingga saat ini masih belum memiliki calon kepala daerah lebih dari satu pasangan. Di antaranya Kabupaten Blitar, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Timor Tengah Utara di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Melihat hal ini KPU telah menyatakan bahwa penyelenggaraan pilkada di ketiga daerah itu harus ditunda hingga pilkada periode berikutnya 2017.
Sumber: http://www.cnnindonesia.com/politik/20150929194217-32-81683/istana-dukung-putusan-mk-soal-pilkada/