Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) yang diajukan oleh M. Fadjroel Rahman, dkk. Para Pemohon mempermasalahkan ketentuan yang mengatur syarat persentase dukungan bagi calon perseorangan untuk mencalonkan diri dalam pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota.
“Amar putusan, mengadili, menyatakan mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian,” demikian diucapkan Ketua MK Arief Hidayat dengan didampingi para Hakim Konstitusi lainnya dalam sidang pengucapan putusan perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015, pada Selasa (29/9) siang.
Mahkamah berpendapat, Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) UU 8/2015 sekalipun memberikan kepastian hukum, namun mengabaikan keadilan sehingga dapat menghambat pemenuhan prinsip persamaan di hadapan hukum. Sebab, persentase dukungan yang dipersyaratkan bagi warga negara yang hendak mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah atau calon wakil kepala daerah didasarkan atas jumlah penduduk, padahal tidak setiap penduduk serta-merta memiliki hak pilih.
Lebih lanjut Mahkamah berpendapat, agar terdapat kepastian hukum yang adil sekaligus memenuhi prinsip persamaan di hadapan hukum dan tidak menghalangi hak memperoleh kesempatan sama dalam pemerintahan, maka basis perhitungan untuk menentukan persentase dukungan bagi warga negara yang hendak mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah haruslah menggunakan jumlah penduduk yang telah mempunyai hak pilih. Dalam hal ini, direpresentasikan dalam Daftar Calon Pemilih Tetap (DPT) di masing-masing daerah yang bersangkutan. DPT yang dimaksud adalah DPT pada Pemilu sebelumnya.
Dengan demikian, menurut Mahkamah, Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 8/2015 adalah inkonstitusional bersyarat (conditionally unconstitutional) sepanjang tidak diartikan bahwa dasar perhitungan persentase dukungan bagi perseorangan yang hendak mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah (Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota) adalah mengacu pada DPT pada Pemilu sebelumnya.
Dengan kata lain, agar menjadi konstitusional maka ketentuan Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) UU Pilkada yang mendasarkan persentase dukungan bagi perseorangan yang hendak mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah yang menggunakan ukuran jumlah penduduk, haruslah dimaknai menggunakan ukuran jumlah penduduk yang telah mempunyai hak pilih sebagaimana tertuang dalam DPT di masing-masing daerah yang bersangkutan pada Pemilu sebelumnya.
Mengingat tahapan-tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) telah berjalan, sementara putusan Mahkamah tidak berlaku surut (non-retroactive), agar tidak menimbulkan kerancuan penafsiran, maka Mahkamah menegaskan bahwa putusan ini berlaku untuk Pilkada serentak setelah Pilkada serentak 2015. Berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, Mahkamah berpendapat bahwa permohonan para Pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian.
Pada sidang terdahulu, Pemohon M. Fadjroel Rachman, Saut Mangatas Sinaga, Victor Santoso Tandias mendalilkan bahwa jumlah persentase dukungan yang harus diperoleh oleh calon kepala daerah dari jalur independen naik sebesar 3.5% dari ketentuan yang terdapat dalam ketentuan Undang-Undang sebelumnya (Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah). Kenaikan persyaratan jumlah dukungan masyarakat untuk calon kepala daerah dari jalur perseorangan, menurut Pemohon, sangatlah signifikan dan memberatkan.
Menurut para Pemohon, agar terjadi kesetaraan dan persamaan di muka hukum dan pemerintahan, maka dasar penentuan besaran persentase bagi calon kepala daerah yang maju melalui jalur perseorangan bukan didasarkan pada jumlah penduduk melainkan jumlah suara sah, sehingga tidak terjadi diskriminasi atau perbedaan bagi setiap warga negara Indonesia khususnya para Pemohon. (Nano Tresna Arfana/IR)