Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menyelenggarakan sidang dua perkara yang diajukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada Senin 19 Februari 2007 pukul 10.00 WIB di ruang sidang MK. Dua perkara itu adalah Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) antara KPI dan Presiden RI cq. Menteri Komunikasi dan Informatika dan Pengujian Pasal 62 ayat (1) dan (2) serta Pasal 33 ayat (5) Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran) terhadap Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Kewenangan konstitusional yang dipersengketakan adalah pemberian izin penyelenggaraan penyiaran dan Pembuatan aturan dalam hal penyiaran. Karena itu KPI mengajukan permohonan penetapan penghentian sementara atas kewenangan pemberian izin penyiaran dan kewenangan pembuatan aturan penyiaran karena adanya sengketa antara KPI sebagai Pemohon dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) sebagai Termohon.
Menurut Pemohon, kewenangan konstitusional KPI telah diambil, dihalangi, diabaikan, dan/atau dirugikan oleh Presiden melalui Menkominfo. KPI juga mengaku telah dirugikan hak konstitusionalnya dengan adanya inkonsistensi antara pasal-pasal dalam UU Penyiaran, di mana Pasal 62 ayat (1) dan (2) mengatur penyiaran dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Bagi KPI, suatu lembaga negara tidak independen jika pengaturan kewenangannya diatur oleh Peraturan Pemerintah. Hal ini akan membuka peluang intervensi pemerintah (eksekutif) terhadap independensi KPI.
Dalam persidangan ini, KPI mengajukan dua ahli yakni Prof. M. Alwi Dahlan, PhD., mantan Menteri Penerangan RI dan Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, dan Effendy Ghozali, PhD., Dosen Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia dan mantan anggota kelompok masyarakat penyiaran yang mengawal lahirnya UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Sementara saksi yang diajukan adalah H. A. Effendy Choirie, M.Ag., M.H., mantan Anggota Panja RUU Penyiaran dan masih aktif sebagai Anggota Komisi I DPR RI.
Agenda Sidang SKLN kali ini, selain mendengarkan keterangan Saksi dan Ahli dari Pemohon, juga mendengarkan jawaban Termohon. Ketika memberikan jawaban, Menkominfo Sofyan Djalil mengatakan bahwa KPI harus tetap berkoordinasi dan bekerjasama dengan Pemerintah, Lembaga Penyiaran, dan masyarakat. Sebagai Termohon, ia juga berpendapat bahwa tidak cukup alasan untuk memberikan penegasan bahwa permohonan yang diajukan KPI ini merupakan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, antara Pemohon dan Presiden RI ataupun Menteri Komunikasi dan Informatika. Jikalau anggapan dan argumentasi Pemohon benar adanya, Termohon berpendapat bahwa hal itu berkait erat dengan implementasi pelaksanaan norma suatu undang-undang dan bukan sengketa kewenangan lembaga negara.
Selain itu, Menkominfo juga meminta agar Majelis Hakim Konstitusi menerima keterangan Pemerintah dan Termohon secara keseluruhan; menyatakan bahwa Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing); menolak permohonan Pemohon seluruhnya atau menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima; menolak permohonan Pemohon sebagai pihak yang memiliki kewenangan memberikan ijin penyelenggaraan penyiaran dan menyatakan bahwa kewenangan untuk memberikan ijin penyelenggaraan penyiaran sebagaimana Pasal 33 ayat (5) UU No. 32 Tahun 2002 merupakan kewenangan Pemerintah; dan menolak permohonan Pemohon yang menyatakan bahwa penyusunan peraturan dibidang penyiaran merupakan kewenangan Pemohon.
Sebelum menutup sidang Ketua Majelis Hakim Konstitusi Prof. Dr. Jimly Asshidiqie, S.H., menganjurkan agar pihak Pemerintah bersedia untuk menghadirkan Saksi atau Ahli dari Pemerintah agar dapat memberi keterangan pada Sidang Pleno berikutnya.(Prana Patrayoga Adiputra)