Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian Pasal 35 huruf (a) UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (UU PPTKI) dengan agenda mendengarkan keterangan Pemerintah dan DPR pada hari Kamis, 15 Februari 2007 pukul 10.00 WIB di ruang sidang MK, Jalan Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta Pusat.
Pada sidang pleno tersebut hadir Kurnia Wamilda selaku kuasa pemohon perkara nomor 028/PUU-IV/2006 serta Sangap Sidauruk, S.H selaku kuasa pemohon perkara nomor 029/PUU-IV/2006. Sementara dari pemerintah hadir Erman Suparno (Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi), I Gusti Made Arke (Dirjen Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja di Luar Negeri Depnakertrans), Andi Syahrul (Kepala Biro Hukum Depnakertrans) dan Mualimin Abdi (Kepala Bagian Litigasi Dephukham). Sedangkan dari DPR RI tidak hadir.
Para Pemohon telah memperbaiki permohonannya berdasarkan nasihat yang diberikan oleh panel hakim pada sidang pemeriksaan pendahuluan terdahulu. Sebelumnya, kuasa hukum Pemohon perkara nomor 028/PUU-IV/2006 dalam permohonannya telah menguraikan bahwa kuasa Pemohon selain sebagai kuasa dari para Pemohon juga sebagai Pemohon Prinsipal. Kemudian dalam perbaikannya kuasa Pemohon tidak lagi sebagai Pemohon Prinsipal tetapi hanya sebagai kuasa dari para Pemohon.
Senada dengan itu, kuasa hukum perkara nomor 029/PUU-IV/2006 juga telah memperbaiki permohonannya yaitu pada mulanya Pemohon mengajukan pengujian keseluruhan Pasal 35 huruf a UU PPTKI, tetapi dalam perbaikannya Pemohon hanya mengajukan pengujian Pasal 35 huruf (a) UU PPTKI khusus pada kalimat ... kecuali bagi calon TKI yang dipekerjakan pada pengguna perorangan sekurang-kurangnya berusia 21 tahun.
Dalam keterangannya, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) mewakili pemerintah mengatakan bahwa penetapan batas usia calon TKI yang dipekerjakan pada pengguna perorangan sekurang-kurangnya berusia 21 tahun karena pada usia tersebut calon TKI sudah dianggap dewasa dan mampu melindungi diri dari tindakan pelecehan seksual. Sebelum dibuat UU PPTKI yang salah satu pasalnya mengatur tentang batas usia calon TKI, tindakan pelecehan seksual terhadap TKI sangat menonjol. Tetapi ketika UU PPTKI diberlakukan terjadi penurunan angka pelecehan seksual dari 16% menjadi 4%. Tetapi seiring dengan turunnya tindakan pelecehan seksual, muncul permasalahan lain seperti penganiayaan, gaji tidak dibayarkan, perlakuan tidak manusiawi terhadap TKI, dan lain-lain. Sehingga pemerintah harus memikirkan cara mengatasi masalah-masalah tersebut.
Menanggapi hal tersebut, kuasa pemohon menyatakan bahwa adanya penetapan usia calon TKI yang dipekerjakan pada pengguna perorangan sekurang-kurangnya berusia 21 tahun mengakibatkan banyak TKI tidak bisa bekerja di luar negeri. Akibatnya banyak terjadi pemalsuan identitas seperti pemalsuan usia TKI. Sehingga Pasal 35 huruf (a) UU PPTKI dianggap bertentangan dengan pasal 27 ayat (2) dan pasal 28B UUD 1945.
Sesaat sebelum sidang berakhir, Jimly Asshiddiqie selaku Ketua Majelis Hakim menyarankan agar Pemohon dan Pemerintah pada persidangan berikutnya menghadirkan Ahli untuk memperkuat argumen Pemohon maupun Pemerintah. Jimly juga meminta agar ada keterangan tertulis dari DPR selaku pembuat UU. (Mastiur Afrilidiany Pasaribu)