Perkara sengketa kewenangan lembaga negara antara DPRD Kabupaten Poso melawan Gubernur Sulawesi Tengah dan Presiden RI cq. Menteri Dalam Negeri dikhawatirkan memantik kembali konflik sosial yang pernah berkobar di tengah-tengah masyarakat Poso. Untuk itu, DPRD Poso diminta menarik permohonannya di Mahkamah Konstitusi (MK) demi menjaga perdamaian Poso.
Pernyataan sekaligus desakan ini dikemukakan oleh sejumlah tokoh masyarakat Poso yang hadir sebagai pihak terkait tak langsung dalam sidang sengketa kewenangan lembaga negara yang diajukan DPRD Kabupaten Poso Sulawesi Tengah terhadap Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah sebagai Termohon dan Presiden RI cq. Menteri Dalam Negeri sebagai Pihak Terkait, Rabu 14 Februari 2007 pukul 10.00 WIB di ruang sidang MK.
Persidangan ini mengagendakan mendengarkan jawaban Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah, mendengarkan keterangan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Poso dan KPUD Kabupaten Poso, serta mendengarkan keterangan Ketua Lembaga Adat Poso dkk. sebagai pihak terkait tak langsung.
Dalam persidangan ini, Ketua Lembaga Adat Poso Drs. J. Santo menanyakan kepada Pemohon Prinsipil melalui Kuasa Pemohonnya, apakah Pemohon sudah pernah memusyawarahkan masalah yang diperkarakan ini secara adat Poso. Jika belum pernah, Santo meminta ketua MK dapat mempertemukan Pemohon dan Termohon agar bersedia melakukan perdamaian secara adat, karena perdamaian itu yang diinginkan masyarakat Poso, jelasnya.
Sementara itu, dalam jawaban tertulisnya, Gubernur Sulawesi Tengah Habib Palu Uju yang diwakili Asisten I Rais menyatakan bahwa DPRD Kabupaten Poso berdasarkan Pasal 24C UUD 1945 dan Pasal 61 UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK, sebenarnya tak mempunyai legal standing karena tidak termasuk sebagai lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD. Selain itu, berdasarkan surat ketetapan Ketua Pengadilan Negeri Poso tentang penetapan hasil pilkada, menyatakan bahwa tidak pernah ada pihak-pihak yang mengajukan keberatan atas hasil pilkada tersebut, ungkap Rais.
Senada dengan keterangan Gubernur, Ketua KPUD Poso Yasin Mangun, S.Sos mengatakan, setelah dipenuhi jangka waktu 3x24 jam dan tidak ada pihak yang mengajukan keberatan terhadap hasil Pilkada itu, maka KPU berkesimpulan hasil pilkada 2005 itu dapat diserahkan ke DPRD Poso untuk ditindaklanjuti. Namun ternyata, di tengah jalan, terdapat ganjalan atas proses pelantikan Bupati dan Wakil Bupati terpilih Drs. Piet Inkriwang, MM. dan Abdul Muthalib Rimi, S.H., M.H., dengan munculnya penolakan dari DPRD Poso.
Menanggapi berbagai pernyataan yang muncul di persidangan, Ketua Majelis Hakim Konstitusi Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. mengatakan bahwa pada akhirnya nanti MK bisa mengeluarkan dua hal, yaitu Putusan bila Pemohon tetap bersikukuh menempuh jalur hukum atau berupa Ketetapan bila Pemohon menarik permohonannya. Putusan dan Ketetapan ini sifatnya sama-sama mengikat dan mempunyai konsekuensi, jelas Jimly.
Sebelum menutup persidangan Jimly memberi batas waktu maksimal tiga minggu bagi masing-masing pihak untuk menyerahkan kesimpulan tertulisnya disertai bukti-bukti tambahan, bila ada. (Wiwik Budi Wasito)