Jakarta, indopos.co.id – Mahkamah Konstitusi memutus peraturan yang mengharuskan pemerintah atau DPR mengikutsertakan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berkaitan dengan daerah. Hal ini harus dilakukan sebelum persetujuan pembentukan UU diambil. Khususnya rancangan terkait otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber ekonomi lain, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 71 huruf C dalam UU No 14/2015 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). Demikian dikatakan Ketua Hakim MK, Arief Hidayat saat membacakan putusan majelis MK terkait perkara nomor 79/PUU-XII/2014 yang diajukan para pemohon dari DPD RI, di Gedung MK, Selasa (22/9).
Hakim MK juga telah memutuskan DPD memiliki wewenang mengajukan RUU berkaitan daerah, sebagaimana termuat dalam Pasal 166 UUMD3. Namun majelis MK mengubah frasa ayat 2-nya, selain itu majelis juga merubah frasa Pasal 250 ayat 1 UU MD3.
Hasilnya, bunyi Pasal 250 ayat 1 UU MD3 harus dimaknai bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249, DPD secara mandiri mampu menyusun anggaran yang dituangkan dalam program dan kegiatan. Hal ini nantinya akan disampaikan pada presiden untuk dibahas bersama DPR sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
”Selanjutnya, Pasal 277 ayat (1) UU MD3 dimaknai RUU disampaikan dengan surat pengantar pimpinan DPD pada pimpinan DPR dan presiden,” kata Ketua Hakim MK.
Tak hanya menyetujui permintaan pemohon untuk judicial review, MK juga menolak beberapa permohonan untuk pasal tertentu. Contohnya pengajuan peninjauan ulang untuk Pasal 167 ayat 1 dalam UU MD3.
“Pasal 167 ayat 1 (UU MD3) tidak dapat diterima dan Mahkamah menolak permohonan pemohon untuk selebihnya,” kata Arief.
Sekedar info, dalam pengambilan putusan ini majelis MK yang berjumlah 9 orang mengalami dissenting opinion atau perbedaan pendapat antara beberapa hakim. Namun untuk keseluruhan tetap pada putusan yang dibacakan. Sebelumnya, para pemohon dalam hal ini, Ketua DPD Irman Gusman dan Wakil Ketua DPD Gusti Kanjeng Ratu Hemas dan sejumlah anggota DPD menyoalkan Pasal 71 huruf c, Pasal 72, Pasal 165, Pasal 166 ayat (2), Pasal 167 ayat (1), Pasal 170 ayat (5), Pasal 171 ayat (1), Pasal 174 ayat (4), ayat (5), Pasal 224 ayat (5), Pasal 245 ayat (1), Pasal 249 huruf b, Pasal 250 ayat (1), Pasal 252 ayat (4), Pasal 276 ayat (1), Pasal 277 ayat (1), Pasal 281, Pasal 305, dan Pasal 307 ayat (2) huruf d UU MD3.
Mereka menilai pada faktanya sejumlah pasal itu tidak dijalankan sebagaimana mestinya sehingga merugikan konstitusi pemohon yang dijamin oleh UUD 1945. Sementara itu, Ketua DPD RI, Irman Gusman mengaku bersyukur MK telah menegaskan fungsi dan wewenang DPD dalam pembahasan RUU yang berkaitan dengan daerah. Pasalnya, selama ini Irman melihat, meski UU itu mengamanatkan keikutsertaan DPD, namun pratiknya jutru pembahasan hanya dilakukan di tingkat pemerintah dan DPR.
“Jadi kami bersyukur ya telah diputuskan judicial review ini,” kata Irman.
Selain itu, pihaknya juga merasa puas karena diberi kewenangaan untuk secara mandiri menyusun anggaran dan dituangkan dalam program dan kegiatan, yaang kemudian disampaikan kepada presiden untuk dibahas bersama DPR.
“Kami tentu bersyukur mudah-mudahan apa yang telah diputuskan akan ditindaklanjuti oleh Presiden dan DPR,” ujarnya. (adn)
Sumber: http://www.indopos.co.id/2015/09/mk-rancangan-uu-terkait-daerah-harus-melibatkan-dpd.html