Mahkamah Konstitusi (MK) nyatakan tidak dapat menerima permohonan Jendaita Pinem bin Zumpa’i Pinem selaku mantan pekerja tambang yang mengajukan Pengujian Undang-Undang (PUU) Mineral dan Batubara. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat yang mengucapkan amar putusan perkara No. 81/PUU-XIII/2015 itu di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam pertimbangan hukum Mahkamah dinyatakan bahwa Pemohon tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum untuk mengajukan Pengujian terhadap Pasal 37, Pasal 158, Pasal 163, dan Pasal 164 UU Minerba. Sebab, pasal yang diajukan untuk diuji oleh Pemohon mengatur izin usaha pertambangan, ketentuan pidana kepada pelaku usaha, ketentuan sanksi kepada badan hukum, dan ketentuan Pidana Tambahan. Menurut Mahkamah, kesemua ketentuan tersebut tidak terdapat masalah konstitusionalitas seperti yang disrayartkan oleh Pasal 51 UU MK. “Adapun yang dialami oleh Pemohon merupakan persoalan implementasi dari undang-undang, bukan persoalan konstitusionalitas sebagaimana yang didalilkan oleh Pemohon,” ujar Arief yang didampingi tujuh Hakim Konstitusi lainnya.
Pasal 51 UU MK yang dimaksud oleh Mahkamah dalam putusan ini mengatur bahwa Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstutisionalnya dirugikan oleh berlakunya Undang-Undang. Pemohon dapat memiliki kedudukan hukum sebagai perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum publik atau privat, atau lembaga negara.
Mendasarkan pada syarat terpenuhinya kedudukan hukum seperti yang diamanatkan Pasal 51 UU MK tersebut , Mahkamah menyatakan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo. Oleh karena itu, Mahkamah tidak perlu mempertimbangkan pokok permohonan.
“Konklusi. Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan, Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo, pokok permohonan Pemohon tidak dipertimbangkan,” tegas Arief sambil menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima.
Sebelumnya, Pemohon merasa dirugikan oleh ketentuan Pasal 37, Pasal 158, Pasal 163, dan Pasal 164 UU Minerba. Pasal a quo dianggap oleh Pemohon telah salah ditafsirkan sehingga menyebabkan perlakuan diskriminatif kepada Pemohon yang berakibat pemidanaan terhadapnya. Meski demikian, sejak sidang perdana, Mahkamah sebenarnya sudah menyarankan agar Pemohon memperjelas kedudukan hukumnya dan memberikan argumentasi yang tepat bahwa pasal-pasal yang diajukan Pemohon bertentangan dengan Konstitusi. (Yusti Nurul Agustin)