Mahkamah Konsitusi (MK) menolak seluruh permohonan uji materi Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Hal tersebut diputuskan Majelis Hakim MK dalam sidang pengucapan putusan MK, Selasa (22/9) siang.
“Amar putusan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” demikian dibacakan Ketua Pleno Arief Hidayat yang didampingi para Hakim Konstitusi lainnya.
Mahkamah berpendapat, dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara tersebut terdapat pemeriksaan investigatif. Namun pemeriksaan investigatif tersebut bukan menjadi titik berat tugas pokok dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Karena berdasarkan Pasal 23E UUD 1945, hasil pemeriksaannya dilaporkan kepada DPR, DPD dan DPRD untuk kemudian ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan atau badan sesuai dengan Undang-Undang.
Dengan demikian, menurut Mahkamah, BPK tidak wajib melakukan pemeriksaan investigatif. BPK akan melakukan pemeriksaan investigatif jika memang hal itu diperlukan seperti dalam Kasus Bank Century, bahwa DPR meminta BPK untuk melakukan audit terhadap Kasus Bank Century. Jika frasa kata “dapat” diubah menjadi “wajib” seperti yang diinginkan Pemohon maka BPK akan menjadi lembaga penyelidik atau penyidik atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Hal itu jelas bertentangan dengan maksud dari Pasal 23E UUD 1945.
Apalagi bila dikaitkan dengan hak konstitusional Pemohon yang ditentukan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, tidak ada hubungan sebab akibat langsung antara frasa kata “dapat” dengan hak konstitusional Pemohon dimaksud. Pasal 13 UU No. 15 Tahun 2004 hanya mengatur tentang salah satu kegiatan pemeriksa dalam melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang merupakan bagian dari tugas pokok BPK.
Frasa kata “dapat” dalam Pasal 13 UU No. 15 Tahun 2004 adalah kewenangan BPK sebagai pemeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang diberikan oleh Undang-Undang. Hal itu dimaksudkan apabila diperlukan melakukan pemeriksaan investigatif berkenaan dengan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, maka BPK berwenang melakukan pemeriksaan tersebut sebagai bagian dari kewenangan BPK yang diberikan oleh Pasal 23E UUD 1945. Berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, menurut Mahkamah, dalil Pemohon berkenaan dengan frasa kata “dapat” tidak beralasan menurut hukum.
Terhadap pengujian frasa "dibantu" dan “perwakilan” dalam Pasal 34 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2006 yang menurut Pemohon bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 23E ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 23G ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, Mahkamah berpendapat BPK Perwakilan merupakan pelaksana BPK yang membantu BPK dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah pada Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, BUMD dan lembaga terkait di lingkungan entitas tersebut, sehingga BPK Perwakilan tidak berdiri sendiri melainkan satu kesatuan dengan lembaga BPK. Karena hasil pemeriksaan BPK Perwakilan dilaporkan kepada BPK.
Berdasarkan pertimbangan di atas, menurut Mahkamah, dalil Pemohon sepanjang frasa “dibantu” dan frasa “perwakilan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak beralasan menurut hukum.
Sebagaimana diketahui, Ir. Faisal selaku Pemohon mempermasalahkan frasa kata “dibantu ” dalam Pasal 34 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2006 tidak memiliki penafsiran yang pasti sehingga bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) Pasal 23G ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Selain itu Pemohon mempersoalkan frasa kata “dapat” dalam Pasal 13 UU No. 15 Tahun 2004 bersifat multi tafsir sehingga bertentangan dengan asas persamaan di hadapan hukum dan asas kepastian hukum dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. (Nano Tresna Arfana)